Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanyalah milik Allah, kita senantiasa memuji,
memohon pertolongan dan Ampunan kepada Nya, dan kita senantiasa memohon
perlindungan kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu dan keburukan amal
perbuatan kita. Barang siapa yang mendapat petunjuk dari Allah, maka tidak
seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh
Nya, tiada seorangpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah ILMU KALAM, tentunya banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu kritik yang bersifat membangun
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah.
Ihdinash shirathal mustaqiim.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul............................................................................................... i
Lembar Judul................................................................................................. ii
Kata
pengantar...............................................................................................
iii
Daftar isi........................................................................................................
iv
BAB I.
PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II.
RIWAYAT HIDUP IBNU TAIMIYAH...................................... 2
BAB III.
PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH DALAM TAUHID.............. 7
BAB IV.
KESIMPULAN............................................................................. 1
Daftar pustaka............................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam. Tuhan pemberi jalan terang, dengan
sinar kebenaran cahaya mutlak.
Sholawat serta salam kesejahteraan semoga tetap
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penutup seluruh Nabi dan
Rasul. Sebagaimana
kita ketahui, abad ke-13 M merupakan
periode malapetaka bagi sejarah Islam yang mana
itu ditandai dengan masih porak
-poranda pada waktu seperti perang salib yang
berkepanjangan, penyerbuan
Mongol ke negara muslim yang memusnahkan
kekayaan
intelektual dan membunuh cultural
serta membunuh jutaan kaum muslimin. Negara
Baghdad yang terkenal dengan pusat
kota intelektual dan cultural telah dirampok oleh
Hulaku Khan pada tahun 1258 M.
Pada kurun waktu dan huru-hara serta
bencana seperti itu, maka lahirlah seorang
pemikir yang sangat berpengaruh
besar terhadap dunia pemikiran Islam, yaitu Ibnu
Taimiyah.Beliau merupakan seorang
pemikir bebas dan penganut kemerdekaan hati
nurni.Beliau juga seorang yang
dipertanyakan oleh sebagian ummat, tetapi dimuliakan
oleh semuanya.Karya serta teladan
hidupnya menjadi sumber ilham bagi setiap orang.
Dari sini pemakalah ingin menguraikan
tentang pemikiran beliau dalam teologi dari
Islam khususnya dengan keterbatasan
kemampuan kami.
.
BAB II
RIWAYAT HIDUP IBNU TAIMIYAH
a.
Nama dan Nasab
Beliau adalah Imam, tauladan,
ilmuan, dan penyeru ajaran Muhammad, baik dengan kata, tindakan, kesabaran
maupun jihat nya,Revivalis ajaran Islam
yang sempurna dengan inspirasi al- Qur’an sebagai wahyu Allah SWT dan al-Sunnah
sebagai cerminan budi perbuatan sang Rasul. Dia adalah Ahmad Taqiyuddin Abu
Abbas bin Syihabuddin Abi Mahasin Abdul Halim bin Mujiddin Abi Barakat Abdus
Salam bin Abi Muhammad Abdullah bin Abi Qasim al- Khudri bin Ali bin Abdullah.
Keluarga ini dikenal dengan keluarga Ibnu Taimiyah.
Beliau lahir di Harran,
salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai
Dajlah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabi'ul Awal tahun 661H.
Beliau berhijrah ke Damaskus (Damaskus) bersama orang tua dan keluarganya
ketika masih kecil, disebabkan serbuan tentara tartar atas negerinya. Mereka
menempuh perjalanan panjang pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak
besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab, bukan barang-barang perhiasan atau
harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan pun pada mereka.
Suatu saat, gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah
jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti
ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah. Akhirnya
mereka bersama kitab-kitabnya selamat sampai tujuannya.
- Pertumbuhan dan Perhatiannya
Terhadap Ilmu
Semenjak kecil sudah nampak
tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damaskus, beliau segera
menghafalkan al-Qur'an dan mendalami berbagai cabang ilmu pada para
ulama,huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya
membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.
Ketika umur beliau belum mencapai
belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mendalami
bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab. Selain itu, beliau telah mengkaji
Musnad al-Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kitab al-Sittahdan Mu'jam
al-Thabarany al-Kabir.
Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak, pernah ada
seorang ulama besar dari Halab yang sengaja datang ke Damaskus, khusus untuk
melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir.
Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan
hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan
tepat. Begitu pula ketika disampaikan
kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang
dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: "Jika anak ini hidup,
niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang
bocah seperti dia.”
Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah
para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman ilmu berupa
kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau gunakan seluruh waktunya untuk belajar dan
belajar, menggali ilmu terutamaKitabullah dan sunah Rasul-Nya. Lebih dari itu,
beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis
yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya.
Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah,
selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau
sudah menjadi seorang ulama yang besar pada
masanya.
- Da'i, Mujahid, dan Pemelihara
Ajaran Islam
Sejarah telah mencatat bahwa Ibnu
Taimiyah bukan saja sebagai da'i yang tabah, liat,wara', zuhud dan ahli ibadah,
tetapi beliau juga seorang pemberani
yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari
kezhaliman musuh dengan pedangnya,
seperti halnya beliau adalah pembela
aqidah umat dengan lidah dan penanya.
Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando
kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang
Syam dan sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah
pertempuran. Sampai ada salah seorang amir memberikan kesaksiannya: "..
tiba-tiba ditengah kancah pertempuran terlihat dia bersama saudaranya berteriak
keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya
tidak lari. " Akhirnya dengan izin Allah, pasukan Tartar berhasil
dihancurkan, dan selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.
Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau
dalam mengajak kepada kebenaran, akhirnya justru membakar kedengkian serta
kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada
beliau. Orang-orang yang tidak sependapat dengannya meniupkan racun-racun
fitnah sehingga beliau harus mengalami berbagai tekanan, dipenjara, dibuang,
diasingkan dan disiksa.
- Kehidupan Penjara
Kedudukan dan derajat yang tinggi
yang diberikan Allah kepadanya memancing kecemburuan rival-rivalnya yang tidak
sependapat dengannya. Hasutan dan lemparan-lemparan kebencian pun tidak dapat
dihindari, kerena sudah menjadi sebuah kepastian ketika seseorang diberi kedudukan
yang mulia oleh Allah, semakin tinggi pula hasutan-hasutan yang terlontar
kepadanya.
Hal inilah yang dialami Ibnu Taimiyah ketika tidak seorang
pun menyamai kedudukannya, baik dalam bidang keilmuan maupun sosial.
Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan oleh rival- rivalnya mengakibatkan
beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, tetapi dengan penuh
kebijaksanaan, beliau menghadapi segalanya dengan tabah, tenang dan gembira.
Terakhir, beliau harus masuk ke penjaraQal'ah di Damaskus. Dan beliau berkata:
"Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat
kebaikan besar."
Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan
fitrahislahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku
tentang aqidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid'ah.
Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak.
Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau,
diajarkannya oleh beliau agar merekailtizâm kepada syari'at Allah, selalu
beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga
suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan
dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap
tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-
orang yang belajar tentang agama kepadanya.
Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau semakin
dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau
dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin
terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh,
tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya
mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan
kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.
Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang
memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang
kepada sahabat dan murid- muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya
tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini
sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau.
- Kitab Dan Risalah-Risalahnya
Beliau adalah figur orang yang
sangat gigih dan selalu haus akan ilmu, baik agama maupun yang lain. Bahkan
sulit untuk menentukan dalam bidang apa beliau berkecimpung, apakah beliau ahli
fiqih (faqih), ahli logika (mutakalim), ahli tafsir (mufassir), ahli hadits
(muhaddits), filosof, atau yang lainnya. Hal itu dapat dilihat dalam
karya-karya besarnya yang hampir dalam setiap bidang terdapat karyanya.
Para ulama sepakat, baik yang pro
maupun yang kontra, bahwa jumlah karangan beliau dalam berbagai bidang ilmu
agama mencapai 300 kitab7. Diantaranya: Muqaddimah fi Ushul al-Tafsir dan Tafsir ayât Asykalat (Al-Qur’an dan
ilmunya), As’ilah fi Musthalah al-Haditsdan Syarh
Hadits al-Nuzul (hadits dan ilmunya), Aqidah Wasithiyahdan
Minhaj Al-Sunnah al-Nubuwah
(teologi), Ushul Al-Fiqh dan Syarh Al-‘Umdah fi Al-Fiqh
(Fiqih dan Ushulnya),al-Shufiyah wa al-Fuqara’dan al-Risalah
al-Tadmiriyah(tasawuf), al-Radd ala al-Manthiqiyindan al- Radd ala al-Falâsifah
(filsafat dan logika), Majmû‛ Fatâwa, Dar’u Ta‛ârudh al-Aql wa al- Naql, dan
lain-lain.
Wafatnya
Beliau wafat di dalam penjara Qal'ah Damaskus disaksikan
oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Ibnul Qayyim Al-Jauzy. Beliau berada
di penjara ini kurang lebih selama dua tahun tiga bulan. Selama dalam penjara
beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur'an.
Dikisahkan, dalam tiap harinya ia
baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan al- Qur'an delapan
puluh satu kali. Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah
mau menerima pemberian apa pun dari penguasa. Jenazah beliau dishalatkan di
Masjid Jami' Damaskus sesudah shalat Zhuhur. Hampir semua penduduk Damaskus
hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para Umara', Ulama, tentara dan
sebagainya, hingga kota Damaskus menjadi libur total hari itu. Bahkan semua
penduduk Damaskus tua, muda, laki-laki, perempuan, anak-anak keluar untuk
menghormati kepergian beliau.
BAB III
PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH DALAM TAUHID
Bagi Ibnu Taimiyah, tauhid, yang
olehnya dinyatakan sebagai dasar agama yang paling asasi bagi setiap agama,
merupakan rahasia (sirr) Qur’an dan kitab-kitab keimanan. Menurutnya,
masalah akidah itu bukan diambil dari dalam dirinya dan pula dari orang lain
yang lebih besar sekalipun, melainkan diperoleh dari ajaran Allah dan
Rasul-Nya, serta kesepakatan generasi muslimin terdahulu. Demikian juga masalah amaliah yang oleh banyak orang
disebut furu’, yar atau fiqh. Semuanya itu, kata ibn Taimiyah telah dijelaskan
oleh Utusan Tuhan dengan keterangan yang amat baik. Tak satu persoalan pun yang
diperintahkan oleh Allah SWT, dan yang dilarang-Nya, yang dihalalkan dan
diharamkan-Nya, kecuali Rasul Allah SWT telah menjelaskan secara keseluruhan.[1][1]
Dalam memahami ayat-ayat al-qur’an
yang berkenaan dengan masalah sifat-sifat Tuhan umpamanya, Ibn Taimiyah agaknya
menerima secara harafiah sebagaimana adanya tanpa menta’wilkannya sedemikian
rupa seperti yang ditempuh para filosof muslim dan sebagian filosof teolog
serta sufisme. Namun untuk meniadakan kesan tasybih seperti yang dituduhkan
sebagian orang kepadanya, Ibn Taimiyah membedakan antara kualitas sifat-sifat
manusia selaku makhluk dengan sifat-sifat Tuhan sebagai khaliq.
A. Contoh pemikiran Ibnu Taimiyah dalam
Tauhid Diantaranya :
- Tuhan duduk di atas ‘arsy
serupa duduknya
Ibnu Taimiyah menfatwakan bahwa Tuhan duduk bersila di atas
‘arsy, serupa dengan duduk bersilanya Ibnu Taimiyah sendiri. Faham ini beberapa
kali diulangnya di atas mimbar Masjid Bani Umayyah di Damsyik Syiria dan di
Mesir.Ia mengemukakan dalil ayat Al-Qur’an yang diartikannya semuanya saja, dan
sebagai yang tersurat saja, tanpa memeprhatikan yang tersirat dari ayat-ayat
itu.Jadi Ibnu Taimiyah boleh digolonglkan kepada kaum Zahirriyah, yaitu kaum
“lahir”, yang mengartikan ayat-ayat Qur’an dan Hadits Nabi secara lahirnya
saja.
- Tuhan Turun dari Langit
tiap-tiap malam serupa turunnyya ibnu taimiyah dari mimbar.
Ibnu taimiyah memfatwakan bahwa Tuhan tiap-tiap malam turun
kelangit dunia seperti turunnya ia ke bawah dari mimbarnya.
- Mendoa dengan bertawassul
Suatu fatwa yang menghebohkan dunia Isllam dari ibnu
Taimiyah ialah menghukum kafor atau syirik sekalian orang Islam yang mendoa
dengan bertawassul, padahal mendoa dengan bertawassul itu sudah dikerjakan oleh
dunia islam sedari berabad-abad permulaan islam, sedari jaman nabi, zaman
shahabat dan zaman tabi’in.Marilah kita tinjau soal ini secara tenang dan
ilmiah. “Tawassul” artinya mengerjakan sesuatu amal yang dapat mendekatkan diri
kepada Tuhan.
Di dalam al-Qur’an ada tersebut perkataan “wasilah” dalam
dua tempat, yaitu:
- Pada surat al-Maidah ayat ke 35
“Hai orang-orang yang beriman! Patuhlah kepada
Allah dan carilah jalan yang mendekatkan kepadaNya dan berjuanglah di jalan
Allah, supaya kamu jadi beruntung.” (Al-Maidah : 35)
Di dalam ayat ini ada 3 hukum yang
dikeluarkan, yaitu :
1.
Kita wajib patuh (tha’at) kepada
Tuhan.
2.
Kita disuruh mencari jalan yang
mendekatkan diri kita kepada Tuhan.
3.
Kita disuruh berjuang (perang) di
jalan Allah.
- Pada surat Isra’
“Mereka mencari jalan untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan” (Al Isra :57)
Demikian arti wasilah dalam a-Qur’an.
Maka mendo’a dengan bertawassul
ialah mendo’a kepada Tuhan, sekali lagi mendo’a kepada Tuhan dengan wasilah
yaitu memperingatkan sesuatu yang dikasihi Tuhan.
B. Ibnu Taimiyah mengklasifikasikan
ulama khalaf dalam memahami dan menetapkan sifat
Allah menjadi 4 golongan, yaitu:
- Golongan pertama, yaitu
golongan yang tidak mau mensifati Allah dengan ada (wujûd) atau tidak ada
(‘adam), karena dalam keyakinan mereka, jika Allah disifati dengan ada,
maka itu menyerupakan dengan sesuatu yang ada (maujûd). Begitu pula
sabaliknya, maka menyerupakan-Nya dengan sesuatu yang tidak ada (ma‛dûm),
itu adalah sesuatu yang tidak mungkin bagi Allah, karena Dia dinafikan
dari segala persamaan.
- Golongan kedua, adalah golongan
yang mensifati Allah dengan nafî, tetapi tidak mensifati dengan antonimnya
(itsbât); Dalam pengertian mereka mencabut atau menafikan sifat Allah,
tatapi mereka tidak menetapkan sifat untuk-Nya. Mereka berkata: “Kami
tidak berkata Allah ada, tetapi Dia, bukan tidak ada. Kami tidak berkata
Allah hidup, tetapi Dia tidak mati, dan seterusnya”. Hal ini terjadi,
karena dalam asumsi mereka, jika ditetapkan nama atau sifat bagi-Nya, maka
terjadi penyerupaan dengan ciptaan-Nya.
- Golongan ketiga, adalah
golongan yang menetapkan nama-nama Allah tanpa menetapkan sifat-sifat-Nya.
Mereka berkata: “Allah Maha Melihat, Mendengar, Mengetahui, dan
seterusnya, tetapi Dia melihat tanpa penglihatan, Dia mendengar tanpa
pendengaran, Dia mengetahui tanpa pengetahuan, dan seterusnya”. Mereka
adalah golongan Mu’tazilah.
- Golongan keempat, adalah
golongan yang menetapkan sembilan puluh sembilan nama Allah, tetapi
mensifatinya dengan sifat yang sangat terbatas, yang sesuai dengan akal
dan mengingkari yang lain yang tidak sesuai dengan akal. Mereka adalah
golonganAsya’irah yang menetapkan sifat Allah dengan delapan sifat, yaitu:
hidup (hayât), bicara (kalâm), melihat (bashar), mendengar (sam’),
berkehendak (irâdah), mengetahui (‛ilm), dan mampu (qadar).
Keempat golongan ini, menurut Ibnu Taimiyah adalah golongan
ahli bid’ah yang sangat berlebih-lebihan (Ahl al-Zaigh) dalam mengesakan Allah,
yang mengakibatkan penafian terhadap hak-hak-Nya. Mereka tidak mencapai derajat
kekufuran, karena mereka hanya terperangkap dalam perdebatan filosofis dan
logik dalam masalah-masalah teologi.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat pemakalah simpulkan sebagai
berikut:
1) Ibnu Taimiyah adalah seorang Ulama,
pemikir dan praktisi yang menaruh perhatian yang besar terhadap masalah-masalah
yang muncul di masyarakat. Paham keagamaannya bercorak salaf yakni mengikuti
petunjuk al-Qur’an dan Hadits sebagaimana dipahami para sahabat dan tabiin,
pada saat mana pemikiran Islam belum terpengaruh oleh pemikiran filsafat atau
berbagai paham lainnya yang dibuat-buat oleh manusia.
2) Dalam memahami ayat al-Qur’an yang
berkaitan dengan Tauhid maka beliau mengartikannya secara harfiyah tanpa
menta’wilnya.
3) Ibnu Taimiyah memiliki prinsip dasar
yaitu:
-
Wahyu merupakan sumber pengetahuan
agama dan penalaran hanyalah sumber terbatas.
-
Hanya al-Qur’an dan Hadits sebagai
penuntun yang otentik dalam segala persoalan.
Daftar Pustaka
1.Ibnu Taimiyah, Taqiyuddin Ahmad,
Majmû‛ah Fatâwa, diedit oleh‛Âmir Al-Jazzar dan Anwâr
al-Bâz, (Manshûrah: Dar al-Wafa’,
2001)
2.Al-Ghazali, Abi Hamid Muhammad bin
Muhammad,Ihy â’ ‛Ulûm al- Dîn (Kairo: Dar al-Taqwa, 2000)
3. Al-‘Utsaimin, Muhammad bin
Shalih, Syarh al-Aqîdah al-Wasithiyah li Ibni Taimiyah,
diedit oleh Abdullah al-Mansyawy
(Kairo: Dar Al-Manar, 2003)
4.M. Abu Zahrah, Ibnu Tamiyah;
hayâtuhu wa ‘asruhu, ârâ’uhu wa fiqhuhu (Kairo: Dar al- Fikr al- Araby, 2000)
5.Al-Istambuly, Mahmud Mahdi,Ibnu
Taimiyah, Bathal al-Islâh al-Dîny (Dimasyq: Maktabah Dar al-Ma'r ifah, 1977)
6.Ibnu Katsir, Abi Fida’ Isma’il,
Tafsîr al-Qur’an al-Azhîm (Kairo: Mu’assasah al-Mukhtar, 2002)
7.Syarifuddin, Abdul Azhim Abdu
Salam,Ibn Qoyyim al-Jauziyah; Asruhu wa Manhajuhu wa
Arâ’uhu fi al-Fiqh wa al-Aqâ‘id wa
al-Tasawwuf (Kuwait: Dar al-Qalam, 1984)
8.Hilmy, Musthafa,Qawâ‘idu al-Manhaj
al-Salafy fi al-Fikr al-Islâmy (Islexandria: Dar al-Da’wah, 1991)
Comments
Post a Comment