Perceraian
merupakan suatu proses dimana sebelumnya pasangan tersebut sudah berusaha
mempertahankah namun mungkin jalan terbaik adalah suatu perceraian.
Di indonesia hanya dapat dilakukan di
pengadilan agama khusus beragama islam, pengadilan negeri untuk yang beragama
non muslim.
Indonesia merupakan Negara yang masih
menjunjung tinggi adat ketimuran dimana pernikahan dianggap sebagai sesuatu
yang sacral, namun demikian angka perceraian kerap melonjak tinggi di beberapa
pengadilan agama di indonesia.
Pengertian perceraian
Thalaq
(perceraian), diambil dari kata “ithalaq”,artinya melepaskan atau meninggalkan.
Dalam istilah agama,
talak artinya melepaskan ikatan perkawinan, bubarnya hubungan perkawinan.
Menurut (Soemiyati, 1982:12) Perceraian adalah
putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan
ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri.
Pasal 114 KHI menjelaskan
bahwa perceraian bagi umat Islam dapat terjadi karena adanya permohonan talak
dari pihak suami atau yang biasa disebut
dengan cerai talak ataupun berdasarkan
gugatan dari pihak istri atau yang biasa disebut dengan cerai gugat.
Perceraian boleh dilakukan apabila
mengandung unsur-unsur kemaslahatan karena setiap jalan perdamaian antara suami
dan istri yang bertikai tidak menghasilkan kebaikan. Secara moral, perceraian
suatu perbuatan halal yang paling dimurkai oleh allah.walaupun halal, semua itu
harus diberikan dalam batas-batas yang dapat dipertanggungjawabkan, baik
dilihat dari segi hubungan suami istri dan keluarga pada khusnya nmaupun
pengaruh yang langsung terhadap masyrakat pada umumnya. soalnya sangat
sederhan, yakni apabila kedua belah pihak berselisih dan mereka sudah sama
sepaham, bahwa perselisihannya tidak dapat teratasi lagi, istri dapat
membebaskan dirinya dari ikatan perkawinan itu dengan jalan mengembalikan
sejumlah harta yang dahulu pernah diterimanya sebagai maskawin dan suami
menyatakan menerimanya, dan dengan demikian khulu’.
Jadi talak ialah
menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan
itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak
ba’in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya
hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga
menjadi dua,dari dua menjadi satu,dari menjadi hilang hak talak itu, yaitu
terjadi dalam talak raj’i. firman allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229
menyatakan sebagai berikut:
Talak yang dapat dirujuk
itu dua kali setelah itu suami dapat menahan dengan baik atau melepaskan dengan
baik.tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali keduanya khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum allah,
maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang harus diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barang siapa melanggar hukum-hukum allah mereka itulah orang-orang zalim.
Talak yang hukumnya tidak
sah bukan hanya karena suaminya gila atau mabuk atau belum balig, jika talak
diucapkan oleh suami karena paksaan atau bukan kehendak sendiri talaknya tidak
sah.demikian pula talak yang diucapkan oleh suami dalam keadaan marah sehingga
kata-katanya tidak jelas dan dia sendiri tidak menyadarinya. Kemarahan menurut
sayyid sabiq (1987-21) ada 3 macam, yaitu :
1) Marah
yang menghilangkan akal, sehingga tidak sadar apa yang diucapkanya
2) Pada
dasarnya tidak mengakibatkan orang kehilangan kesadaran atas apa yang dimaksud oleh ucapan-ucapannya maka keadaan seperti itu
menggakibatkan talaknya “sah”
3) Sangat
marah, tetapi sama sekali tidak menghilangkan kesadaran akalnya.jika bermaksud
menalaknya, talaknya sah.tetapi jika ditidak diniatkan hanya bermain-main para
ulama sepakat talaknya tidak sah.
Perempuan yang bisa
ditalak adalah perempuan yang berada dalam ikatan suami istri dan perempuan
yang berada pada masa iddah talak raj’I atau iddah talak bai’in shugra.secara
hukum, perempuan yang berada pada kondisi tersebut masih menjadi istri sah
suaminya hingga masa iddahnya habis. Demikian pula, istri atau suami yang
berada dalam keadaan pisah ranjang atau salah satunnya melakukan kemurtadan dan
karenaorang muslim haram menikah dengan orang musyrik, termasuk orang yang
murtad dari islam.
B. Dasar
hukum perceraian
Putusnya perkawinan diatur dalam :
1) Pasal 38 sampai dengan pasal 41 UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2) Pasal 14 sampai dengan pasal 36 PP Nomor 9
Tahun 1975, pasal 199 KUH Perdata.
3) Pasal 113 sampai dengan pasal 128 Inpres Nomor
1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Dasar hukum perceraian
menurut Al-qur’an
4) Al-qur’an
surat At-Talaq ayat 6
5) Al-qur’an
surat Al-ahzab ayat 49
6) Al-qur’an
surat Al-baqarah ayat 227, ayat 228.
Dasar hukum perceraian
menurut hadis Nabi SAW
7) Hadis
riwayat Abu Dawud,ibnu majah, dan Al-Hakim
8) Hadis
riwayat An-Nasa’I dan muslim
C.
Hukum talak
1. Wajib
: terjadi perselisihan antara suami, istri, sedangkan dua hakim yang
mengurus perkara keduanya memandang
perlu upaya keduanya bercerai.
2. Sunat
: apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajiban atau
perempuan tidak bisa menjaga kehormatan dirinya.
3. Haram
: dalam dua keadaan, pertama, menjatuhkan talak sewaktu istri dalam keadaan
haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampuri waktu suci.
4. Makruh
Dilihat dari pengaturanya
talak ada 2 macam, yaitu:
1) Ta’liq,
seperti janji karena mengandung pengertian melakukan pekerjaa atau meninggalkan
suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar. Menurut sayyid sabiq taqlid
seperti ini disebut dengan sumpah atau qasami.
2) Talak
yang dijatuhkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syaratnya. seperti
ini disebut dengan ta’liq syarat.
Ditinjau dari berat ringannya akibat
talak, talak dibagi pada dua jenis,
1) Talak
raj’I, yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang pernah dikumpuli,
bukan talak yang karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya.suami
secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam iddah tanpa harus
melakukan akad nikahyang baru.
2) Talak
ba’in, yaitu jenis talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami,kecuali dengan
perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang belum
digauli.talak ba’in dibagi menjadi 2 macam :
Ø Ba’in
shugra, talak I ni dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika sudah
terjadi talak , istri dianggap bebas menentukan pilihanya setelah habis masa
iddahnya.suami dapat rujuk kembali dengan akad perkawinan baru.
Ø Ba’in
kubra, suami tidak dapat rujuk pada kepada istrinya,kecuali istrinya telah
menikah dengan dengan laki-laki lain dan bercerai kembali
3) Talak
khulu’, khulu’ adalah fasakh nikah maka fasakh nikah bukan termasuk talak, tetapi
para ulama menegaskan substansinya yang sama dengan talak.talak tebus artinya
talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri pada suami.
Talak tebus boleh dilakukan, baik sewaktu suci maupun sewaktu haid, karena biasanya
talak tebus terjadi dari kehendak istri.biasanya talak tebus terjadi selain
perasaan perempuan yang tidak dapat dipertahankan lagi.
Perceraian yang dilakukan secara
talak tebus ini menyebabkan mantan suami tidak dapat rujuk kembali dan tidak
boleh menambah talak sewaktu iddah.ia hanya boleh menikahi mantan istrinya
kembali dengan akad baru.
D. Macam-Macam
Talak
1. Ditinjau
dari segi waktu dijatuhkanya talak itu, maka talak dibagi menjadi tiga macam;
· Talak
sunni, talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan Sunnah. Dikatakan talak
sunni jika memenuhi 4 syarat :
a) Istri
yang ditalak pernah digauli, bila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum
pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
b) Istri
dapat segera melakukan iddah setelah ditalak, wanita yang haid ialah 3x suci,
bukan 3x haid. Talak terhadap istri yang menopause atau sedang hamil, karena
suami minta tebusan(khulu’) ini tidak termasuk talak sunni.
c) Talak
dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci,baik dipermulaan, di pertengahan
maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.
d) Suami
tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan.
·
Talak bid’i, talak yang dijatuhkan tidak sesuai
dengan tuntunan Sunnah,tidak memenuhi syarat talak sunni.
a)
Talak yang
dijatuhkan istri waktu haid, baik dipermulaan haid maupun di pertengahannya.
b)
Talak yang
dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli suami dalam
keadaan suci.
· Talak la sunni wala bid’I, yaitu talak yang
tidak termasuk kategori talak sunni dan bid’i.
a)
Talak yang
dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
b)
Talak yang
dijatuhkan kepada istri yang belum haid atau selepas haid.
c)
Talak yang
dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.
E. Tata
Cara Perceraian
Dalam
undang-undang no 1 tahun 1974 bab VIII tentang putusnya perkawinan serta akibatnya,
dijelaskan oleh pasal 39 bahwa perkawinan putus karena:
1.
perceraian hanya
dapatdilakukan di depan siding pengadilan,setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.
Untuk melakukan
perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu dapat hidup
rukun sebagai suami istri.
3.
tata cara
perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam perundang-undangan.
F. Alasan-alasan Perceraian
Dalam pasal 39 UU No 1
Tahun 1974 dan pasal 110 komplikasi hukum islam disebutkan tentang
alasan-alasan yang diajukan oleh suami atau istri untuk menjatuhkan talak atau
gugatan perceraian ke pengadilan. Alasan-alasan itu adalah sebagai berikut :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun
berturut-berturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena
hal lain di luar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Suami melanggar Ta’lik Talak.
8. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan
dalam rumah tangga.
Adapun alasan-alasan yang
lain yaitu:
1. Karena ketidakmampuan suami memberi nafkah, yaitu mencukupi
kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kesehatan yang diperlukan bagi
kehidupannya. Jika istri tidak bisa menerima keadaan ini, maka dia bisa meminta
kepada sang suami untuk menceraikannya, sementara istri benar-benar tidak
sanggup menerimanya, pengadilan yang menceraikannya.
2. Karena suami bertindak kasar, misalnya suka memukul, untuk
melindungi kepentingan dan keselamatan
istri, atas permintaan yang bersangkutan pengadilan berhak menceraikannya.
3. Karena kepergian suami dalam waktu yang relative lama, tidak
pernah ada dirumah, bahkan imam Malik tidak membedakan apakah kepergian itu
demi mencari ilmu, bisnis, atau karena alasan lain. Jika istri tidak bisa
menerima keadaan itu dan merasa dirugikan, pengadilan yang menceraikannya.
Berapa ukuran lama masing-masing masyarakat atau Negara bisa membuat batasan
sendiri melalui undang-undang.
4. Suami dalam status tahanan atau dalam kurungan. Jika istri
tidak bisa menerima keadaan itu, maka secara hukum, ia bisa mengajukan
masalahnya kepengadilan untuk diceraikan.
G. Akibat
perceraian
Diatur
dalam pasal 41 UU No 1 Tahun 1974 dan Pasal 149 inpres No 1 Tahun 1991. Akibat
putusnya perkawinan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1. Akibat talak
2. Akibat perceraian
Bilamana perkawinan putus
karena talak, maka bekas suami wajib :
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas
istrinya baik berupa uang maupun benda.
b.Member
nafkah, mas kawin, dan kiswah terhadap bekas istri selama dalam masa iddah
kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in dan dalam keadaan tidak hamil.
c. Melunasi mahar yang telah terhutang seluruhnya
dan separoh apabila qabla al dukhul.
d.
Memberikan biaya
hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.
Yang
menjadi hak suami terhadap istrinya melakukan rujuk kepada bekas istrinya yang
masih dalam masa iddah. Waktu tunggu atau masa iddah bagi seorang janda
ditentukan sebagai berikut:
1. Perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul
waktu tunggu ditetapkan
130 hari
1. Perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bai yang masih
haid ditetapkan tiga kali suci sekurang-kurangnya Sembilan puluh hari dan bagi
yang tidak haid juga ditetapkan Sembilan puluh hari
2. Perkawinan putus karena perceraian sedangkan janda tersebut
dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai dia melahirkan.
3. Perkawinan putus karena kematian sedang janda tersebut dalam
keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai dia melahirkan (pasal 153 ayat 2
inpres Nomor 1 Tahun 1951).
4. Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena
perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla al dukhul.
5. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian tenggang waktu
dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Yang menjadi kewajiban
istri yang di talak oleh suaminya dalam masa iddah adalah :
1. Menjaga dirinya.
2. Tidak menerima pinangan.
3. Tidak menikah dengan pria lain
Sedangkan yang menjadi
hak istri dalam masa iddah mandapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali
bila ia nusyuz.
H.
Akibat putusnya
perkawinan karena perceraian diatur dalam pasal 156 inpres Nomor 1 tahun 1991
ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian yaitu :
1. Terhadap anak-anaknya
2. Terhadap harta bersama
3. Terhadap muth’ah
I. putusnya perkawinan
karena perceraian terhaap anak-anaknya yaitu :
1. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadanah dari ibunya
kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya diganti oleh :
1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu
2. Ayah
3. Wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
5. Anak yang sudah memayyiz berhak memilih hadanah dari ayah dan
ibunya
6. Apabila pemegang hadanah tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadanah telah dicukupi, maka
atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan agama dapat memindahkan
hak hadanah kepada kerabat lain yang mempunya hak hadanah pula.
7. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan anaknya dan pemilikan anaknya yang
tidak turut padanya (pasal 156 inpres Nomor 1 tahun 1991)
J. Dalam pasal 41 UU Nomor 1 tahun 1974
disebutkan tiga akibat putusnya perkawinan karana perceraian terhadap
anak-anaknya sebagai berikut :
1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan si anak.
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan anak itu.
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suamiuntuk membiayai
penghidupan dan menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istrinya.
Bagi suami atau istri
yang khusus karena talak dan perceraian berhak mendapatkan harta bersama. Harta
bersama adalah harta yang diperoleh selama dalam perkawinan hak suami dalam
harta bersama sebagian dari harta bersma itu begitu juga istri mendapatkan
bagian yang sama besar dengan suami.
Disamping itu, kewajiban
lain dari bekas suami adalah memberikan muth’ah kepada bekas istrinya. Muth’ah atau pemberian bekas suami
kepada istri yang dijatuhi talak baik benda atau uang dan yang lainnya. Syarat
pemberian muth’ah ini adalah :
1. Belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da al dukhul
2. Perceraian itu atas kehendak suami
Pemberian muth’ah yang
dilakukan oleh bekas suami kepada istrinya diberikan tanpa syarat apapun.
Comments
Post a Comment