Pengertian Dana Talangan Haji

Pengertian Dana Talangan Haji Dana Talangan Haji adalah pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana, guna memperoleh kursi  haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Kemudian Lembaga Keuangan Syariah ini menguruskan pembiayaan BPIH berikut berkas-berkasnya sampai nasabah tersebut mendapatkan kursi haji. Atas jasa pengurusan haji tersebut, Lembaga Keuangan Syariah memperoleh imbalan, yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Hukum Dana Talangan Haji Lembaga–lembaga Keuangan Syariah di dalam menerapkan Dana Talangan Haji merujuk kepada Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang biaya pengurusan haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syariah).  Jadi akad qardh wa ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akad qardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa), ...

MENGENAL PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974



Perceraian merupakan suatu proses dimana sebelumnya pasangan tersebut sudah berusaha mempertahankah namun mungkin jalan terbaik adalah  suatu perceraian.
Di indonesia hanya dapat dilakukan di pengadilan agama khusus beragama islam, pengadilan negeri untuk yang beragama non muslim.
Indonesia merupakan Negara yang masih menjunjung tinggi adat ketimuran dimana pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang sacral, namun demikian angka perceraian kerap melonjak tinggi di beberapa pengadilan agama di indonesia.
 
Pengertian perceraian
Thalaq (perceraian), diambil dari kata “ithalaq”,artinya melepaskan atau meninggalkan.
Dalam istilah agama, talak artinya melepaskan ikatan perkawinan, bubarnya hubungan perkawinan.

Menurut  (Soemiyati, 1982:12) Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun  lagi sebagai suami isteri.

Pasal 114 KHI menjelaskan bahwa perceraian bagi umat Islam dapat terjadi karena adanya permohonan talak dari  pihak suami atau yang biasa disebut dengan cerai talak ataupun  berdasarkan gugatan dari pihak istri atau yang biasa disebut dengan cerai gugat.

Perceraian boleh dilakukan apabila mengandung unsur-unsur kemaslahatan karena setiap jalan perdamaian antara suami dan istri yang bertikai tidak menghasilkan kebaikan. Secara moral, perceraian suatu perbuatan halal yang paling dimurkai oleh allah.walaupun halal, semua itu harus diberikan dalam batas-batas yang dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari segi hubungan suami istri dan keluarga pada khusnya nmaupun pengaruh yang langsung terhadap masyrakat pada umumnya. soalnya sangat sederhan, yakni apabila kedua belah pihak berselisih dan mereka sudah sama sepaham, bahwa perselisihannya tidak dapat teratasi lagi, istri dapat membebaskan dirinya dari ikatan perkawinan itu dengan jalan mengembalikan sejumlah harta yang dahulu pernah diterimanya sebagai maskawin dan suami menyatakan menerimanya, dan dengan demikian khulu’.

Jadi talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya  jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua,dari dua menjadi satu,dari menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam talak raj’i. firman allah dalam surat Al-Baqarah ayat 229 menyatakan sebagai berikut:

Talak yang dapat dirujuk itu dua kali setelah itu suami dapat menahan dengan baik atau melepaskan dengan baik.tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang harus diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum allah mereka itulah orang-orang zalim.
Talak yang hukumnya tidak sah bukan hanya karena suaminya gila atau mabuk atau belum balig, jika talak diucapkan oleh suami karena paksaan atau bukan kehendak sendiri talaknya tidak sah.demikian pula talak yang diucapkan oleh suami dalam keadaan marah sehingga kata-katanya tidak jelas dan dia sendiri tidak menyadarinya. Kemarahan menurut sayyid sabiq (1987-21) ada 3 macam, yaitu :
1)   Marah yang menghilangkan akal, sehingga tidak sadar apa yang diucapkanya
2)   Pada dasarnya tidak mengakibatkan orang kehilangan kesadaran atas apa yang dimaksud  oleh ucapan-ucapannya maka keadaan seperti itu menggakibatkan talaknya “sah”
3)   Sangat marah, tetapi sama sekali tidak menghilangkan kesadaran akalnya.jika bermaksud menalaknya, talaknya sah.tetapi jika ditidak diniatkan hanya bermain-main para ulama sepakat talaknya tidak sah.

Perempuan yang bisa ditalak adalah perempuan yang berada dalam ikatan suami istri dan perempuan yang berada pada masa iddah talak raj’I atau iddah talak bai’in shugra.secara hukum, perempuan yang berada pada kondisi tersebut masih menjadi istri sah suaminya hingga masa iddahnya habis. Demikian pula, istri atau suami yang berada dalam keadaan pisah ranjang atau salah satunnya melakukan kemurtadan dan karenaorang muslim haram menikah dengan orang musyrik, termasuk orang yang murtad dari islam.


B.  Dasar hukum perceraian
       Putusnya perkawinan diatur dalam :
1)    Pasal 38 sampai dengan pasal 41 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2)    Pasal 14 sampai dengan pasal 36 PP Nomor 9 Tahun 1975, pasal 199 KUH Perdata.
3)    Pasal 113 sampai dengan pasal 128 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Dasar hukum perceraian menurut Al-qur’an
4)   Al-qur’an surat At-Talaq ayat 6
5)   Al-qur’an surat Al-ahzab ayat 49
6)   Al-qur’an surat Al-baqarah ayat 227, ayat 228.
Dasar hukum perceraian menurut hadis Nabi SAW
7)   Hadis riwayat Abu Dawud,ibnu majah, dan Al-Hakim
8)   Hadis riwayat An-Nasa’I dan muslim

C.         Hukum talak

1.   Wajib : terjadi perselisihan antara suami, istri, sedangkan dua hakim yang mengurus      perkara keduanya memandang perlu upaya keduanya bercerai.
2.   Sunat : apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajiban atau perempuan tidak bisa menjaga kehormatan dirinya.
3.   Haram : dalam dua keadaan, pertama, menjatuhkan talak sewaktu istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampuri waktu suci.
4.   Makruh

Dilihat dari pengaturanya talak ada 2 macam, yaitu:
1)   Ta’liq, seperti janji karena mengandung pengertian melakukan pekerjaa atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar. Menurut sayyid sabiq taqlid seperti ini disebut dengan sumpah atau qasami.
2)   Talak yang dijatuhkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syaratnya. seperti ini disebut dengan ta’liq syarat.


Ditinjau dari berat ringannya akibat talak, talak dibagi pada dua jenis,
1)      Talak raj’I, yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang pernah dikumpuli, bukan talak yang karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya.suami secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam iddah tanpa harus melakukan akad nikahyang baru.
2)      Talak ba’in, yaitu jenis talak yang tidak dapat dirujuk oleh suami,kecuali dengan perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang belum digauli.talak ba’in dibagi menjadi 2 macam :
Ø  Ba’in shugra, talak I ni dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika sudah terjadi talak , istri dianggap bebas menentukan pilihanya setelah habis masa iddahnya.suami dapat rujuk kembali dengan akad perkawinan baru.
Ø  Ba’in kubra, suami tidak dapat rujuk pada kepada istrinya,kecuali istrinya telah menikah dengan dengan laki-laki lain dan bercerai kembali
3)      Talak khulu’, khulu’ adalah fasakh nikah maka fasakh nikah bukan termasuk talak, tetapi para ulama menegaskan substansinya yang sama dengan talak.talak tebus artinya talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri pada suami. Talak tebus boleh dilakukan, baik sewaktu suci maupun sewaktu haid, karena biasanya talak tebus terjadi dari kehendak istri.biasanya talak tebus terjadi selain perasaan perempuan yang tidak dapat dipertahankan lagi.
Perceraian yang dilakukan secara talak tebus ini menyebabkan mantan suami tidak dapat rujuk kembali dan tidak boleh menambah talak sewaktu iddah.ia hanya boleh menikahi mantan istrinya kembali dengan akad baru.

D. Macam-Macam Talak
1.   Ditinjau dari segi waktu dijatuhkanya talak itu, maka talak dibagi menjadi tiga macam;
·   Talak sunni, talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan Sunnah. Dikatakan talak sunni jika memenuhi 4 syarat :
a)   Istri yang ditalak pernah digauli, bila talak dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
b)   Istri dapat segera melakukan iddah setelah ditalak, wanita yang haid ialah 3x suci, bukan 3x haid. Talak terhadap istri yang menopause atau sedang hamil, karena suami minta tebusan(khulu’) ini tidak termasuk talak sunni.
c)   Talak dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci,baik dipermulaan, di pertengahan maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid.
d)  Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan.

·               Talak  bid’i, talak yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntunan Sunnah,tidak memenuhi syarat talak sunni.
a)            Talak yang dijatuhkan istri waktu haid, baik dipermulaan haid maupun di pertengahannya.
b)            Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli suami dalam keadaan suci.
·    Talak la sunni wala bid’I, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan bid’i.
a)            Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
b)            Talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum haid atau selepas haid.
c)            Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.

E.     Tata Cara Perceraian
Dalam undang-undang no 1 tahun 1974 bab VIII tentang putusnya perkawinan serta akibatnya, dijelaskan oleh pasal 39 bahwa perkawinan putus karena:
1.            perceraian hanya dapatdilakukan di depan siding pengadilan,setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2.            Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu dapat hidup rukun sebagai suami istri.
3.            tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam perundang-undangan.

F.         Alasan-alasan Perceraian
Dalam pasal 39 UU No 1 Tahun 1974 dan pasal 110 komplikasi hukum islam disebutkan tentang alasan-alasan yang diajukan oleh suami atau istri untuk menjatuhkan talak atau gugatan perceraian ke pengadilan. Alasan-alasan itu adalah sebagai berikut :
1.      Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
2.      Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3.      Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4.      Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
5.      Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
6.      Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7.      Suami melanggar Ta’lik Talak.
8.      Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Adapun alasan-alasan yang lain yaitu:

1.      Karena ketidakmampuan suami memberi nafkah, yaitu mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan kesehatan yang diperlukan bagi kehidupannya. Jika istri tidak bisa menerima keadaan ini, maka dia bisa meminta kepada sang suami untuk menceraikannya, sementara istri benar-benar tidak sanggup menerimanya, pengadilan yang menceraikannya.
2.      Karena suami bertindak kasar, misalnya suka memukul, untuk melindungi kepentingan  dan keselamatan istri, atas permintaan yang bersangkutan pengadilan berhak menceraikannya.
3.      Karena kepergian suami dalam waktu yang relative lama, tidak pernah ada dirumah, bahkan imam Malik tidak membedakan apakah kepergian itu demi mencari ilmu, bisnis, atau karena alasan lain. Jika istri tidak bisa menerima keadaan itu dan merasa dirugikan, pengadilan yang menceraikannya. Berapa ukuran lama masing-masing masyarakat atau Negara bisa membuat batasan sendiri melalui undang-undang.
4.      Suami dalam status tahanan atau dalam kurungan. Jika istri tidak bisa menerima keadaan itu, maka secara hukum, ia bisa mengajukan masalahnya kepengadilan untuk diceraikan.

G.    Akibat perceraian
Diatur dalam pasal 41 UU No 1 Tahun 1974 dan Pasal 149 inpres No 1 Tahun 1991. Akibat putusnya perkawinan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1.      Akibat talak
2.      Akibat perceraian
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :
a.   Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya baik berupa uang maupun benda.
b.Member nafkah, mas kawin, dan kiswah terhadap bekas istri selama dalam masa iddah kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in dan dalam keadaan tidak hamil.
c.  Melunasi mahar yang telah terhutang seluruhnya dan separoh apabila qabla al dukhul.
d.               Memberikan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.
Yang menjadi hak suami terhadap istrinya melakukan rujuk kepada bekas istrinya yang masih dalam masa iddah. Waktu tunggu atau masa iddah bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:
1.      Perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul waktu tunggu ditetapkan
130 hari
1.      Perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bai yang masih haid ditetapkan tiga kali suci sekurang-kurangnya Sembilan puluh hari dan bagi yang tidak haid juga ditetapkan Sembilan puluh hari
2.      Perkawinan putus karena perceraian sedangkan janda tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai dia melahirkan.
3.      Perkawinan putus karena kematian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai dia melahirkan (pasal 153 ayat 2 inpres Nomor 1 Tahun 1951).
4.      Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla al dukhul.
5.      Bagi perkawinan yang putus karena perceraian tenggang waktu dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Yang menjadi kewajiban istri yang di talak oleh suaminya dalam masa iddah adalah :
1.      Menjaga dirinya.
2.      Tidak menerima pinangan.
3.      Tidak menikah dengan pria lain
Sedangkan yang menjadi hak istri dalam masa iddah mandapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali bila ia nusyuz.

H.          Akibat putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam pasal 156 inpres Nomor 1 tahun 1991 ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian yaitu :
1.      Terhadap anak-anaknya
2.      Terhadap harta bersama
3.      Terhadap muth’ah

I. putusnya perkawinan karena perceraian terhaap anak-anaknya yaitu :
1.      Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadanah dari ibunya kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya diganti oleh :
1.      Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu
2.      Ayah
3.      Wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
4.      Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
5.      Anak yang sudah memayyiz berhak memilih hadanah dari ayah dan ibunya
6.      Apabila pemegang hadanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan agama dapat memindahkan hak hadanah kepada kerabat lain yang mempunya hak hadanah pula.
7.      Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan anaknya dan pemilikan anaknya yang tidak turut padanya (pasal 156 inpres Nomor 1 tahun 1991)
J.  Dalam pasal 41 UU Nomor 1 tahun 1974 disebutkan tiga akibat putusnya perkawinan karana perceraian terhadap anak-anaknya sebagai berikut :
1.      Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan si anak.
2.      Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak itu.
3.      Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suamiuntuk membiayai penghidupan dan menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istrinya.
Bagi suami atau istri yang khusus karena talak dan perceraian berhak mendapatkan harta bersama. Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama dalam perkawinan hak suami dalam harta bersama sebagian dari harta bersma itu begitu juga istri mendapatkan bagian yang sama  besar dengan suami.
Disamping itu, kewajiban lain dari bekas suami adalah memberikan muth’ah kepada bekas istrinya. Muth’ah atau pemberian bekas suami kepada istri yang dijatuhi talak baik benda atau uang dan yang lainnya. Syarat pemberian muth’ah ini adalah :
1.      Belum ditetapkan mahar bagi istri ba’da al dukhul
2.      Perceraian itu atas kehendak suami
Pemberian muth’ah yang dilakukan oleh bekas suami kepada istrinya diberikan tanpa syarat apapun.













































Comments