https://www.facebook.com/
HUKUM
PAJAK
ah pengantar hukum Indonesia yang diampu oleh
Bpk.lutfan Muntaqo,S.H.,M.S.I
Kata
Pengantar
Assalamua’alaikum wr.wb
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT,karena berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “HUKUM PAJAK ”.Makalah ini kami ajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar hukum Indonesia.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak
Dosen mata kuliah Pengantar hukum Indonesia Bpk. Lutfan muntaqo,S.H.,M.S.I. Yang
telah memberikan izin untuk menusun makalah ini.
2. Rekan-rekan
yang telah banyak membantu dan memberi saran Sehingga makalah ini terselesaikan.
Makalah ini tentu masih
banyak kesalahannya,untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata penulis
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wasalamu’alaikum wr.wb.
Wonosobo,
16 Juni 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
Pembayaran
pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak
untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang
perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan
hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta
terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas
kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut
dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Eksistensi
pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu
strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah
dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215
juta jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah
wajib pajak/ pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian
2.622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak
badan. Hal ini menandakan bahwa kebijakan perpajakan tidak cukup kuat untuk
melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan wajib pajak yang
kurang gencar dilakukan.
Urgensi pajak
bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika
pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage
(lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak)
dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran
masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu
yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik
yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun
yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan
pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu
diupayakan secara sinergis dan komprehensif.
Dengan
sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi
yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak
belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif.
Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih
memungkinkan. Dari begitu banyak dan keanekaragaman hak dan kewajiban wajib
pajak, salah satunya adalah wajib pajak orang pribadi yaitu orang yang
memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa,
atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau
pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter,
notaris , pengacara.
Sebelum sampai
pada pembahasan tentang Wajib Pajak Pribadi, sebagai cakrawala pengetahuan
perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian, jenis dan macam
pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.
2.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Hukum Pajak?
2. Bagaimana
kedudukan hukum pajak dan hubungannya dengan cabang hukum lain?
3. Apa
saja jenis-jenis pajak dan jenis apa yang sering dipermasalahkan oleh hukum?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
hukum pajak
Menurut Rochmat Sumitro berpendapat bahwa,
hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dari pendapat tersebut,
maka pengertian hukum pajak menganduung 3 unsur, yaitu: Adanya unsur kumpulan
peraturan, unsur pemerintah atau pemungut pajak, dan unsur sebagai pembayar
pajak.
Menurut R.Santoso Brotodohardjo,SH. Hukum pajak
ialah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali pada masyarakat dengan
melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum public yang
mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan
(hukum) yang berkewajiban membayar pajak, selanjutnya disebut dengan wajib
pajak.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua
definisi tersebut, bahwa “Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang
mengatur hubungan (hak dan kewajiban) antara negara atau pemerintah sebagai
pemungut pajak (Fiscus) dengan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib pajak)”.
Hukum pajak juga sering disebut hukum fiscal, dan pengertian pajak sering
disamakan dengan pengertin fiscal. Fiskal berasal dari kata fiscus yang berarti
keranjang tempat uang. Kemudian fiscal ini berkembang artinya, yaitu segala
sesuatu mengenai keuangan negara. Sehingga pengertian pajak tidak sama dengan
pengertian fiscal, dan pajak hanya merupakan bagian dari fiscal, karena fiscal
terdiri dari:
a. Pajak
b. Denda-denda
atau perampasan untuk kepentingan negara
c. Uang
konsesi
d. Royalty
B.
Pembagian
Hukum Pajak
Hukum
pajak dibagi ke dalam hukum pajak materiil dan hukum formil. Dalam hukum
perdata Eropa, pembagian semacam ini sangat dipentingkan sehingga menimbulkan
lahirnya dua macam buku tersendiri,
yaitu yang khusus memuat hukum perdata
material,dan yang khusus memuat hukum acara perdata (formal). Demikian pula
halnya dengan hukum pajak, bahwa dalam setiap undang-undang pajak hukum
material dan hukum formal dapat berdampingan, walaupun dalam undang-undang yang
terpisah.
1. Hukum pajak
Material.
Hukum
pajak material adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan
tentang :
a. Keadaan-keadaan,
perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai pajak
(obyek pajak) atau sasaran yang akan dikenai pajak.
b. Siapa-siapa
yang harus dikenai pajak (subyek pajak)
c. Berapa
besarnya pajak
d. Sangsi-sangsi
dalam hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak.
Dengan
kata lain, hukum pajak material adalah norma-norma yang menerangkan tentang
obyek, subyek, dan besarnya pajak yang tertuang. Juga termasuk di dalamnya :
a.
Peraturan-peraturan
yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda
b. Peraturan-peraturan
tentang hukuman-hukuman terhadap pelanggaran ketentuan perpajakan
c.
Peraturan-peraturan
tentang tata cara pembebasan dan pengembalian pajak
d.
Peraturan-peraturan
tentang hak mendahulu dari fiscus.
2. Hukum Pajak Formal
Hukum
pajak formal, adalah hukum pajak yang memuat tata cara untuk menjelmakan atau
mewujudkan hukum pajak material menjadi suatu kenyataan. Hukum pajak formal
memuat tentang:
a. Tata
cara (prosedur) penetapan jumlah hutang pajak
b. Hak-hak
fiscus untuk mengadakan pengawasan
c. Kewajiban
pembukuan
d. Prosedur
pelunasan hutang pajak
e. Prosedur
pengajuan surat keberatan dan sebagainya.
Tujuan
hukum pajak formal adalah untuk melindungi baik fiscus maupun wajib pajak. Jadi
untuk memberi jaminan, bahwa hukum materialnya akan dapat terselenggara
setepat-tepatnya. Sering juga dikatakan bahwa hukum pajak formal mempunyai
sifat mengabdi pada hukum pajak materialnya.
C. Kedudukan Hukum
Pajak dan Hubungannya dengan Cabang
Hukum Lain
Secara
konvensional hukum dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
a. Hukum
privat
b. Hukum
public
Hukum
privat dibagi menjadi hukum perdata dan hukum dagang, sedangkan hukum public
dibagi menjadi hukum public dan hukum pidana, hukum tata negara. Para ahli
sependapat bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara,
atau merupakan bagian dari hukum tata negara, disini juga terdapat perbedaan
dari para ahli. Namun kebanyakan pendapat para ahli, hukum pajak merupakan
bagian dari hukum tata usaha negara (huku administrasi).
Hubungan hukum pajak dengan hukum
perdata
Hubungan
antara hukum pajak dan hukum perdata merupakan hubungan timbal balik, adapun
yang dimaksud hubungan timbal balik disini adalah:
1.
Di satu pihak,
hukum pajak banyak menggunakan istilah yang lazim dipakai dalam hukum perdata,
namun demikian tidak jarang terjadi bahwa hukum pajak menggunakan istilah-istilah
yang mempunyai arti berlainan dari hukum perdata. Umpamanya pengertian domisili
yang dalam hukum pajak ditentukan menurut keadaan, sedangkan pengertian
domisili dalam hukum perdata adalah dimana orang mempunyai pusat kediaman.
2.
Hukum pajak
menjadikan peristiwa-peristiwa (kematian,kelahiran) keadaan ( kekayaan, bangsa
asing), kejadian (jual beli, sewa menyewa) dalam hukum perdata sebagai sasaran
pajak.
Hubungan hukum pajak
dengan hukum perdana
Sebagaimana
diketahui bahwa hukum pidana tidak hanya terdapat dalam KUHP, akan tetapi
diluar itu masih juga terdapat ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang
lainnya yang meliputi bermacam-macam bidang antara lain dalam hukum pajak.
Ketentuan hukum pidana yang ada di dalam atau diluar KUHP merupakan satu
kesatuan keseluruhan yang sistematis. Di dalam hukum pajak banyak dijumpai
penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan umum yang biasanya berlaku dalam
KUHP. Misalnya,
1. Di
dalam hukum pidana dianut prinsip, bahwa yang dapat dijatuhi pidana hanyalah
orang perorangan yang melakukan tindak pidana, sehingga badan-badan tidak dapat
dijatuhi hukuman.Di dalam hukum pajak badan hukum juga dijatuhi hukuman pidana
yang berupa denda.
2. Pasal
77 KUHP menyatakan bahwa hak menuntut hilang karena meninggalnya tersangka.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap hukum pidana yang diancamkan dalam
undang-undang pajak. Hal ini ketentuannya disebutkan dalam pasal 367 dan 368
HIR.
D. Jenis-jenis pajak
Secara
umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak -
Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa
jenis pajak dapat dibagi menjadi:
1.
Pajak
Penghasilan (PPH)
PPH adalah
pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua
orang yang berada di wilayah Republik Indonesia.
2.
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah
pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada
dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3.
PajakPenjualan
atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain
dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah,
juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah adalah :
a.
Barang
tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b.
Barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
c.
Pada
umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
d.
Barang
tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
e.
Apabila
dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat.
4.
Bea
Meterai
Bea Meterai
adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau
benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian
dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006.
5.
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah atas
harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
6.
Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah
pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti
halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi
penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Selain
pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara
lain:
1.
Pajak Propinsi
a.
Pajak
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
b.
Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
c.
Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d.
Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
2.
Pajak Kabupaten Kota
a.
Pajak
Hotel,
b.
Pajak
Restoran,
c.
Pajak
Hiburan,
d.
Pajak
Reklame,
e.
Pajak
Penerangan Jalan,
f.
Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
g.
Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
Selain
yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut
sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa
maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan
yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan
pungutan yang legal.
Dalam masyarakat menengah
keatas, yang biasanya hidup di perkotaan, yang paling sering menjadi
permasalahan adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak langsung dari
pemerintah pusat yang dipungut pada seseorang atas pengahsilan dari semua
orang yang berda di wilayah Indonesia. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang
dipungut setiap akhir tahun atau setelah tahun pajak berakhir. Pajak
penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya adalah
1.
Undang-undang nomor: 7 tahun
1991tentangperubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak
penghasilan
2.
Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang
pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri
3.
UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan undang-undang
4.
UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994
5.
UU No. 7 Tahun 1983 ttg PPh jo. UU No. 10/1994
6.
UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994
7.
UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan
UU no. 12 Tahun 1994
8.
UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai
9.
UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah
dengan UU No. 20 tahun 2007
DAFTAR PUSTAKA
Sumyar
SH.,M.Hum, ,2004,Dasar-dasar hukum pajak dan perpajakan,Universitas atma jaya,
Yogyakarta.
Alrasid,Harun.
Naskah UUD 1945, 2003. Universitas Indonesia, UII Press
Brotodiharjo
Santoso R, 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung
Burton, Richard
dan Ilyas Wirawan B. 2001. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta
Hostaritua,
Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Muqodim, 2000.
Perpajakan Buku Satu, UII Press dan Ekonesia , Jogyakarta
Pandiangan,
Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga,
Soemitro,
Rochmat. 1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung
Soemitro,
Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung
KELOMPOK 4 :
NANANG IRFAN
NUR KHAYATI
EDI GUNAWAN
TRI UTAMI
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM ISLAM
UNIVERSIRAS SAINS AL-QUR’AN JAWA
TENGAH
DI WONOSOBO
2014
Kata
Pengantar
Assalamua’alaikum wr.wb
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT,karena berkat rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “HUKUM PAJAK ”.Makalah ini kami ajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar hukum Indonesia.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak
Dosen mata kuliah Pengantar hukum Indonesia Bpk. Lutfan muntaqo,S.H.,M.S.I. Yang
telah memberikan izin untuk menusun makalah ini.
2. Rekan-rekan
yang telah banyak membantu dan memberi saran Sehingga makalah ini terselesaikan.
Makalah ini tentu masih
banyak kesalahannya,untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata penulis
berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wasalamu’alaikum wr.wb.
Wonosobo,
16 Juni 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
belakang
Pembayaran
pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak
untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang
perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan
hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta
terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas
kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban
tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut
dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Eksistensi
pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu
strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah
dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215
juta jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah
wajib pajak/ pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian
2.622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak
badan. Hal ini menandakan bahwa kebijakan perpajakan tidak cukup kuat untuk
melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan wajib pajak yang
kurang gencar dilakukan.
Urgensi pajak
bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika
pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage
(lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak)
dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran
masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu
yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik
yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun
yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan
pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu
diupayakan secara sinergis dan komprehensif.
Dengan
sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi
yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak
belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif.
Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih
memungkinkan. Dari begitu banyak dan keanekaragaman hak dan kewajiban wajib
pajak, salah satunya adalah wajib pajak orang pribadi yaitu orang yang
memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa,
atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau
pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter,
notaris , pengacara.
Sebelum sampai
pada pembahasan tentang Wajib Pajak Pribadi, sebagai cakrawala pengetahuan
perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian, jenis dan macam
pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.
2.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Hukum Pajak?
2. Bagaimana
kedudukan hukum pajak dan hubungannya dengan cabang hukum lain?
3. Apa
saja jenis-jenis pajak dan jenis apa yang sering dipermasalahkan oleh hukum?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
hukum pajak
Menurut Rochmat Sumitro berpendapat bahwa,
hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. Dari pendapat tersebut,
maka pengertian hukum pajak menganduung 3 unsur, yaitu: Adanya unsur kumpulan
peraturan, unsur pemerintah atau pemungut pajak, dan unsur sebagai pembayar
pajak.
Menurut R.Santoso Brotodohardjo,SH. Hukum pajak
ialah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali pada masyarakat dengan
melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum public yang
mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan
(hukum) yang berkewajiban membayar pajak, selanjutnya disebut dengan wajib
pajak.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua
definisi tersebut, bahwa “Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang
mengatur hubungan (hak dan kewajiban) antara negara atau pemerintah sebagai
pemungut pajak (Fiscus) dengan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib pajak)”.
Hukum pajak juga sering disebut hukum fiscal, dan pengertian pajak sering
disamakan dengan pengertin fiscal. Fiskal berasal dari kata fiscus yang berarti
keranjang tempat uang. Kemudian fiscal ini berkembang artinya, yaitu segala
sesuatu mengenai keuangan negara. Sehingga pengertian pajak tidak sama dengan
pengertian fiscal, dan pajak hanya merupakan bagian dari fiscal, karena fiscal
terdiri dari:
a. Pajak
b. Denda-denda
atau perampasan untuk kepentingan negara
c. Uang
konsesi
d. Royalty
B.
Pembagian
Hukum Pajak
Hukum
pajak dibagi ke dalam hukum pajak materiil dan hukum formil. Dalam hukum
perdata Eropa, pembagian semacam ini sangat dipentingkan sehingga menimbulkan
lahirnya dua macam buku tersendiri,
yaitu yang khusus memuat hukum perdata
material,dan yang khusus memuat hukum acara perdata (formal). Demikian pula
halnya dengan hukum pajak, bahwa dalam setiap undang-undang pajak hukum
material dan hukum formal dapat berdampingan, walaupun dalam undang-undang yang
terpisah.
1. Hukum pajak
Material.
Hukum
pajak material adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan
tentang :
a. Keadaan-keadaan,
perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai pajak
(obyek pajak) atau sasaran yang akan dikenai pajak.
b. Siapa-siapa
yang harus dikenai pajak (subyek pajak)
c. Berapa
besarnya pajak
d. Sangsi-sangsi
dalam hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak.
Dengan
kata lain, hukum pajak material adalah norma-norma yang menerangkan tentang
obyek, subyek, dan besarnya pajak yang tertuang. Juga termasuk di dalamnya :
a.
Peraturan-peraturan
yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda
b. Peraturan-peraturan
tentang hukuman-hukuman terhadap pelanggaran ketentuan perpajakan
c.
Peraturan-peraturan
tentang tata cara pembebasan dan pengembalian pajak
d.
Peraturan-peraturan
tentang hak mendahulu dari fiscus.
2. Hukum Pajak Formal
Hukum
pajak formal, adalah hukum pajak yang memuat tata cara untuk menjelmakan atau
mewujudkan hukum pajak material menjadi suatu kenyataan. Hukum pajak formal
memuat tentang:
a. Tata
cara (prosedur) penetapan jumlah hutang pajak
b. Hak-hak
fiscus untuk mengadakan pengawasan
c. Kewajiban
pembukuan
d. Prosedur
pelunasan hutang pajak
e. Prosedur
pengajuan surat keberatan dan sebagainya.
Tujuan
hukum pajak formal adalah untuk melindungi baik fiscus maupun wajib pajak. Jadi
untuk memberi jaminan, bahwa hukum materialnya akan dapat terselenggara
setepat-tepatnya. Sering juga dikatakan bahwa hukum pajak formal mempunyai
sifat mengabdi pada hukum pajak materialnya.
C. Kedudukan Hukum
Pajak dan Hubungannya dengan Cabang
Hukum Lain
Secara
konvensional hukum dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
a. Hukum
privat
b. Hukum
public
Hukum
privat dibagi menjadi hukum perdata dan hukum dagang, sedangkan hukum public
dibagi menjadi hukum public dan hukum pidana, hukum tata negara. Para ahli
sependapat bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara,
atau merupakan bagian dari hukum tata negara, disini juga terdapat perbedaan
dari para ahli. Namun kebanyakan pendapat para ahli, hukum pajak merupakan
bagian dari hukum tata usaha negara (huku administrasi).
Hubungan hukum pajak dengan hukum
perdata
Hubungan
antara hukum pajak dan hukum perdata merupakan hubungan timbal balik, adapun
yang dimaksud hubungan timbal balik disini adalah:
1.
Di satu pihak,
hukum pajak banyak menggunakan istilah yang lazim dipakai dalam hukum perdata,
namun demikian tidak jarang terjadi bahwa hukum pajak menggunakan istilah-istilah
yang mempunyai arti berlainan dari hukum perdata. Umpamanya pengertian domisili
yang dalam hukum pajak ditentukan menurut keadaan, sedangkan pengertian
domisili dalam hukum perdata adalah dimana orang mempunyai pusat kediaman.
2.
Hukum pajak
menjadikan peristiwa-peristiwa (kematian,kelahiran) keadaan ( kekayaan, bangsa
asing), kejadian (jual beli, sewa menyewa) dalam hukum perdata sebagai sasaran
pajak.
Hubungan hukum pajak
dengan hukum perdana
Sebagaimana
diketahui bahwa hukum pidana tidak hanya terdapat dalam KUHP, akan tetapi
diluar itu masih juga terdapat ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang
lainnya yang meliputi bermacam-macam bidang antara lain dalam hukum pajak.
Ketentuan hukum pidana yang ada di dalam atau diluar KUHP merupakan satu
kesatuan keseluruhan yang sistematis. Di dalam hukum pajak banyak dijumpai
penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan umum yang biasanya berlaku dalam
KUHP. Misalnya,
1. Di
dalam hukum pidana dianut prinsip, bahwa yang dapat dijatuhi pidana hanyalah
orang perorangan yang melakukan tindak pidana, sehingga badan-badan tidak dapat
dijatuhi hukuman.Di dalam hukum pajak badan hukum juga dijatuhi hukuman pidana
yang berupa denda.
2. Pasal
77 KUHP menyatakan bahwa hak menuntut hilang karena meninggalnya tersangka.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap hukum pidana yang diancamkan dalam
undang-undang pajak. Hal ini ketentuannya disebutkan dalam pasal 367 dan 368
HIR.
D. Jenis-jenis pajak
Secara
umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak -
Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa
jenis pajak dapat dibagi menjadi:
1.
Pajak
Penghasilan (PPH)
PPH adalah
pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua
orang yang berada di wilayah Republik Indonesia.
2.
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah
pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada
dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3.
PajakPenjualan
atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain
dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah,
juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah adalah :
a.
Barang
tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b.
Barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
c.
Pada
umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
d.
Barang
tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
e.
Apabila
dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat.
4.
Bea
Meterai
Bea Meterai
adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau
benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian
dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006.
5.
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah atas
harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
6.
Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah
pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti
halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi
penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Selain
pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara
lain:
1.
Pajak Propinsi
a.
Pajak
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
b.
Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
c.
Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d.
Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
2.
Pajak Kabupaten Kota
a.
Pajak
Hotel,
b.
Pajak
Restoran,
c.
Pajak
Hiburan,
d.
Pajak
Reklame,
e.
Pajak
Penerangan Jalan,
f.
Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
g.
Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
Selain
yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut
sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa
maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan
yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan
pungutan yang legal.
Dalam masyarakat menengah
keatas, yang biasanya hidup di perkotaan, yang paling sering menjadi
permasalahan adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak langsung dari
pemerintah pusat yang dipungut pada seseorang atas pengahsilan dari semua
orang yang berda di wilayah Indonesia. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang
dipungut setiap akhir tahun atau setelah tahun pajak berakhir. Pajak
penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya adalah
1.
Undang-undang nomor: 7 tahun
1991tentangperubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak
penghasilan
2.
Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang
pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri
3.
UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan undang-undang
4.
UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994
5.
UU No. 7 Tahun 1983 ttg PPh jo. UU No. 10/1994
6.
UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994
7.
UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan
UU no. 12 Tahun 1994
8.
UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai
9.
UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah
dengan UU No. 20 tahun 2007
DAFTAR PUSTAKA
Sumyar
SH.,M.Hum, ,2004,Dasar-dasar hukum pajak dan perpajakan,Universitas atma jaya,
Yogyakarta.
Alrasid,Harun.
Naskah UUD 1945, 2003. Universitas Indonesia, UII Press
Brotodiharjo
Santoso R, 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung
Burton, Richard
dan Ilyas Wirawan B. 2001. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta
Hostaritua,
Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Muqodim, 2000.
Perpajakan Buku Satu, UII Press dan Ekonesia , Jogyakarta
Pandiangan,
Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga,
Soemitro,
Rochmat. 1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung
Soemitro,
Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung
Comments
Post a Comment