Pengertian Dana Talangan Haji

Pengertian Dana Talangan Haji Dana Talangan Haji adalah pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana, guna memperoleh kursi  haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Kemudian Lembaga Keuangan Syariah ini menguruskan pembiayaan BPIH berikut berkas-berkasnya sampai nasabah tersebut mendapatkan kursi haji. Atas jasa pengurusan haji tersebut, Lembaga Keuangan Syariah memperoleh imbalan, yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Hukum Dana Talangan Haji Lembaga–lembaga Keuangan Syariah di dalam menerapkan Dana Talangan Haji merujuk kepada Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang biaya pengurusan haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syariah).  Jadi akad qardh wa ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akad qardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa), ...

MAKALAH HUKUM PAJAK

https://www.facebook.com/



HUKUM PAJAK
   ah pengantar hukum Indonesia yang diampu oleh Bpk.lutfan Muntaqo,S.H.,M.S.I





Kata Pengantar



Assalamua’alaikum wr.wb

          Puji syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT,karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUKUM PAJAK ”.Makalah ini kami ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar hukum Indonesia.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1.    Bapak Dosen mata kuliah Pengantar hukum Indonesia Bpk. Lutfan muntaqo,S.H.,M.S.I. Yang telah memberikan izin untuk menusun makalah ini.
2.    Rekan-rekan yang telah banyak membantu dan memberi saran       Sehingga makalah ini terselesaikan.


Makalah ini tentu masih banyak kesalahannya,untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wasalamu’alaikum wr.wb.


                                                                   Wonosobo, 16 Juni 2014


                                                                                 Penulis






BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215 juta jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah wajib pajak/ pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian 2.622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak badan. Hal ini menandakan bahwa  kebijakan perpajakan tidak cukup kuat untuk melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan wajib pajak yang kurang gencar dilakukan.
Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif.
Dengan sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif. Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih memungkinkan. Dari begitu banyak dan keanekaragaman hak dan kewajiban wajib pajak, salah satunya adalah wajib pajak orang pribadi yaitu  orang yang memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa, atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter, notaris , pengacara.
Sebelum sampai pada pembahasan tentang Wajib Pajak Pribadi, sebagai cakrawala pengetahuan perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian, jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.





2.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Hukum Pajak?
2.      Bagaimana kedudukan hukum pajak dan hubungannya dengan cabang hukum lain?
3.      Apa saja jenis-jenis pajak dan jenis apa yang sering dipermasalahkan oleh hukum?
























BAB II
 PEMBAHASAN


A.    Pengertian hukum pajak
Menurut Rochmat Sumitro berpendapat bahwa, hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak[1]. Dari pendapat tersebut, maka pengertian hukum pajak menganduung 3 unsur, yaitu: Adanya unsur kumpulan peraturan, unsur pemerintah atau pemungut pajak, dan unsur sebagai pembayar pajak.
Menurut R.Santoso Brotodohardjo,SH. Hukum pajak ialah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali pada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum public yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak, selanjutnya disebut dengan wajib pajak.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua definisi tersebut, bahwa “Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan (hak dan kewajiban) antara negara atau pemerintah sebagai pemungut pajak (Fiscus) dengan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib pajak)”. Hukum pajak juga sering disebut hukum fiscal, dan pengertian pajak sering disamakan dengan pengertin fiscal. Fiskal berasal dari kata fiscus yang berarti keranjang tempat uang. Kemudian fiscal ini berkembang artinya, yaitu segala sesuatu mengenai keuangan negara. Sehingga pengertian pajak tidak sama dengan pengertian fiscal, dan pajak hanya merupakan bagian dari fiscal, karena fiscal terdiri dari:
a.       Pajak
b.      Denda-denda atau perampasan untuk kepentingan negara
c.       Uang konsesi
d.      Royalty



B.     Pembagian Hukum Pajak
Hukum pajak dibagi ke dalam hukum pajak materiil dan hukum formil. Dalam hukum perdata Eropa, pembagian semacam ini sangat dipentingkan sehingga menimbulkan lahirnya dua macam  buku tersendiri, yaitu yang khusus  memuat hukum perdata material,dan yang khusus memuat hukum acara perdata (formal). Demikian pula halnya dengan hukum pajak, bahwa dalam setiap undang-undang pajak hukum material dan hukum formal dapat berdampingan, walaupun dalam undang-undang yang terpisah.
1.      Hukum pajak Material.
Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan tentang :
a.       Keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai pajak (obyek pajak) atau sasaran yang akan dikenai pajak.
b.      Siapa-siapa yang harus dikenai pajak (subyek pajak)
c.       Berapa besarnya pajak
d.      Sangsi-sangsi dalam hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak.
Dengan kata lain, hukum pajak material adalah norma-norma yang menerangkan tentang obyek, subyek, dan besarnya pajak yang tertuang. Juga termasuk di dalamnya :
a.     Peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda
b.    Peraturan-peraturan tentang hukuman-hukuman terhadap pelanggaran ketentuan perpajakan
c.     Peraturan-peraturan tentang tata cara pembebasan dan pengembalian pajak
d.    Peraturan-peraturan tentang hak mendahulu dari fiscus.

2.      Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formal, adalah hukum pajak yang memuat tata cara untuk menjelmakan atau mewujudkan hukum pajak material menjadi suatu kenyataan. Hukum pajak formal memuat tentang:
a.       Tata cara (prosedur) penetapan jumlah hutang pajak
b.      Hak-hak fiscus untuk mengadakan pengawasan
c.       Kewajiban pembukuan
d.      Prosedur pelunasan hutang pajak
e.       Prosedur pengajuan surat keberatan dan sebagainya.

Tujuan hukum pajak formal adalah untuk melindungi baik fiscus maupun wajib pajak. Jadi untuk memberi jaminan, bahwa hukum materialnya akan dapat terselenggara setepat-tepatnya. Sering juga dikatakan bahwa hukum pajak formal mempunyai sifat mengabdi pada hukum pajak materialnya.



C.    Kedudukan Hukum Pajak  dan Hubungannya dengan Cabang Hukum Lain
Secara konvensional hukum dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
a.       Hukum privat
b.      Hukum public
Hukum privat dibagi menjadi hukum perdata dan hukum dagang, sedangkan hukum public dibagi menjadi hukum public dan hukum pidana, hukum tata negara. Para ahli sependapat bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara, atau merupakan bagian dari hukum tata negara, disini juga terdapat perbedaan dari para ahli. Namun kebanyakan pendapat para ahli, hukum pajak merupakan bagian dari hukum tata usaha negara (huku administrasi).

            Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata
Hubungan antara hukum pajak dan hukum perdata merupakan hubungan timbal balik, adapun yang dimaksud hubungan timbal balik disini adalah:
1.      Di satu pihak, hukum pajak banyak menggunakan istilah yang lazim dipakai dalam hukum perdata, namun demikian tidak jarang terjadi bahwa hukum pajak menggunakan istilah-istilah yang mempunyai arti berlainan dari hukum perdata. Umpamanya pengertian domisili yang dalam hukum pajak ditentukan menurut keadaan, sedangkan pengertian domisili dalam hukum perdata adalah dimana orang mempunyai pusat kediaman.
2.      Hukum pajak menjadikan peristiwa-peristiwa (kematian,kelahiran) keadaan ( kekayaan, bangsa asing), kejadian (jual beli, sewa menyewa) dalam hukum perdata sebagai sasaran pajak.

Hubungan hukum pajak dengan hukum perdana
Sebagaimana diketahui bahwa hukum pidana tidak hanya terdapat dalam KUHP, akan tetapi diluar itu masih juga terdapat ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang lainnya yang meliputi bermacam-macam bidang antara lain dalam hukum pajak. Ketentuan hukum pidana yang ada di dalam atau diluar KUHP merupakan satu kesatuan keseluruhan yang sistematis. Di dalam hukum pajak banyak dijumpai penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan umum yang biasanya berlaku dalam KUHP. Misalnya,
1.      Di dalam hukum pidana dianut prinsip, bahwa yang dapat dijatuhi pidana hanyalah orang perorangan yang melakukan tindak pidana, sehingga badan-badan tidak dapat dijatuhi hukuman.Di dalam hukum pajak badan hukum juga dijatuhi hukuman pidana yang berupa denda.
2.      Pasal 77 KUHP menyatakan bahwa hak menuntut hilang karena meninggalnya tersangka. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap hukum pidana yang diancamkan dalam undang-undang pajak. Hal ini ketentuannya disebutkan dalam pasal 367 dan 368 HIR.




D.   Jenis-jenis pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat dibagi menjadi:
1.      Pajak Penghasilan (PPH)
PPH adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia.
2.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3.      PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a.    Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b.    Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
c.    Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
d.    Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
e.    Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4.      Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006.
5.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
6.      Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain:
1.        Pajak Propinsi
a.    Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
b.    Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
c.    Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d.    Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,

2.        Pajak Kabupaten Kota
a.         Pajak Hotel,
b.        Pajak Restoran,
c.         Pajak Hiburan,
d.        Pajak Reklame,
e.         Pajak Penerangan Jalan,
f.         Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
g.         Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
Selain yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan pungutan yang legal.

     Dalam masyarakat menengah keatas, yang biasanya hidup di perkotaan, yang paling sering menjadi permasalahan adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang  dipungut pada seseorang atas pengahsilan dari semua orang yang berda di wilayah Indonesia. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut setiap akhir tahun atau setelah tahun pajak berakhir. Pajak penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya adalah
1.    Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentangperubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
2.    Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri
3.    UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang
4.    UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994
5.    UU No. 7 Tahun 1983 ttg PPh jo. UU No. 10/1994
6.    UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994
7.    UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994
8.    UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai
9.    UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007




















DAFTAR PUSTAKA


Sumyar SH.,M.Hum, ,2004,Dasar-dasar hukum pajak dan perpajakan,Universitas atma jaya, Yogyakarta.
Alrasid,Harun. Naskah UUD 1945, 2003. Universitas Indonesia, UII Press

Brotodiharjo Santoso R, 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung

Burton, Richard dan Ilyas Wirawan B. 2001. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta

Hostaritua, Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

Muqodim, 2000. Perpajakan Buku Satu, UII Press dan Ekonesia , Jogyakarta

Pandiangan, Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga,

Soemitro, Rochmat. 1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung

Soemitro, Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung




[1] Rochmat soemitro,Dasar-dasar hukum pajak,1977,hlm.23




























KELOMPOK 4 :
NANANG IRFAN
NUR KHAYATI
EDI GUNAWAN
TRI UTAMI




FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM ISLAM
UNIVERSIRAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
2014





Kata Pengantar




Assalamua’alaikum wr.wb

          Puji syukur kita panjatkan kehadirat Alloh SWT,karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUKUM PAJAK ”.Makalah ini kami ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar hukum Indonesia.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1.    Bapak Dosen mata kuliah Pengantar hukum Indonesia Bpk. Lutfan muntaqo,S.H.,M.S.I. Yang telah memberikan izin untuk menusun makalah ini.
2.    Rekan-rekan yang telah banyak membantu dan memberi saran       Sehingga makalah ini terselesaikan.


Makalah ini tentu masih banyak kesalahannya,untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Wasalamu’alaikum wr.wb.


                                                                   Wonosobo, 16 Juni 2014


                                                                                 Penulis






BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215 juta jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah wajib pajak/ pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian 2.622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak badan. Hal ini menandakan bahwa  kebijakan perpajakan tidak cukup kuat untuk melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan wajib pajak yang kurang gencar dilakukan.
Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif.
Dengan sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif. Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih memungkinkan. Dari begitu banyak dan keanekaragaman hak dan kewajiban wajib pajak, salah satunya adalah wajib pajak orang pribadi yaitu  orang yang memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa, atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter, notaris , pengacara.
Sebelum sampai pada pembahasan tentang Wajib Pajak Pribadi, sebagai cakrawala pengetahuan perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian, jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.





2.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Hukum Pajak?
2.      Bagaimana kedudukan hukum pajak dan hubungannya dengan cabang hukum lain?
3.      Apa saja jenis-jenis pajak dan jenis apa yang sering dipermasalahkan oleh hukum?
























BAB II
 PEMBAHASAN


A.    Pengertian hukum pajak
Menurut Rochmat Sumitro berpendapat bahwa, hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak[1]. Dari pendapat tersebut, maka pengertian hukum pajak menganduung 3 unsur, yaitu: Adanya unsur kumpulan peraturan, unsur pemerintah atau pemungut pajak, dan unsur sebagai pembayar pajak.
Menurut R.Santoso Brotodohardjo,SH. Hukum pajak ialah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali pada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum public yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak, selanjutnya disebut dengan wajib pajak.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua definisi tersebut, bahwa “Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan (hak dan kewajiban) antara negara atau pemerintah sebagai pemungut pajak (Fiscus) dengan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib pajak)”. Hukum pajak juga sering disebut hukum fiscal, dan pengertian pajak sering disamakan dengan pengertin fiscal. Fiskal berasal dari kata fiscus yang berarti keranjang tempat uang. Kemudian fiscal ini berkembang artinya, yaitu segala sesuatu mengenai keuangan negara. Sehingga pengertian pajak tidak sama dengan pengertian fiscal, dan pajak hanya merupakan bagian dari fiscal, karena fiscal terdiri dari:
a.       Pajak
b.      Denda-denda atau perampasan untuk kepentingan negara
c.       Uang konsesi
d.      Royalty



B.     Pembagian Hukum Pajak
Hukum pajak dibagi ke dalam hukum pajak materiil dan hukum formil. Dalam hukum perdata Eropa, pembagian semacam ini sangat dipentingkan sehingga menimbulkan lahirnya dua macam  buku tersendiri, yaitu yang khusus  memuat hukum perdata material,dan yang khusus memuat hukum acara perdata (formal). Demikian pula halnya dengan hukum pajak, bahwa dalam setiap undang-undang pajak hukum material dan hukum formal dapat berdampingan, walaupun dalam undang-undang yang terpisah.
1.      Hukum pajak Material.
Hukum pajak material adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan tentang :
a.       Keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan, dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenai pajak (obyek pajak) atau sasaran yang akan dikenai pajak.
b.      Siapa-siapa yang harus dikenai pajak (subyek pajak)
c.       Berapa besarnya pajak
d.      Sangsi-sangsi dalam hubungan hukum antara pemerintah dengan wajib pajak.
Dengan kata lain, hukum pajak material adalah norma-norma yang menerangkan tentang obyek, subyek, dan besarnya pajak yang tertuang. Juga termasuk di dalamnya :
a.     Peraturan-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda
b.    Peraturan-peraturan tentang hukuman-hukuman terhadap pelanggaran ketentuan perpajakan
c.     Peraturan-peraturan tentang tata cara pembebasan dan pengembalian pajak
d.    Peraturan-peraturan tentang hak mendahulu dari fiscus.

2.      Hukum Pajak Formal
Hukum pajak formal, adalah hukum pajak yang memuat tata cara untuk menjelmakan atau mewujudkan hukum pajak material menjadi suatu kenyataan. Hukum pajak formal memuat tentang:
a.       Tata cara (prosedur) penetapan jumlah hutang pajak
b.      Hak-hak fiscus untuk mengadakan pengawasan
c.       Kewajiban pembukuan
d.      Prosedur pelunasan hutang pajak
e.       Prosedur pengajuan surat keberatan dan sebagainya.

Tujuan hukum pajak formal adalah untuk melindungi baik fiscus maupun wajib pajak. Jadi untuk memberi jaminan, bahwa hukum materialnya akan dapat terselenggara setepat-tepatnya. Sering juga dikatakan bahwa hukum pajak formal mempunyai sifat mengabdi pada hukum pajak materialnya.



C.    Kedudukan Hukum Pajak  dan Hubungannya dengan Cabang Hukum Lain
Secara konvensional hukum dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
a.       Hukum privat
b.      Hukum public
Hukum privat dibagi menjadi hukum perdata dan hukum dagang, sedangkan hukum public dibagi menjadi hukum public dan hukum pidana, hukum tata negara. Para ahli sependapat bahwa hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara, atau merupakan bagian dari hukum tata negara, disini juga terdapat perbedaan dari para ahli. Namun kebanyakan pendapat para ahli, hukum pajak merupakan bagian dari hukum tata usaha negara (huku administrasi).

            Hubungan hukum pajak dengan hukum perdata
Hubungan antara hukum pajak dan hukum perdata merupakan hubungan timbal balik, adapun yang dimaksud hubungan timbal balik disini adalah:
1.      Di satu pihak, hukum pajak banyak menggunakan istilah yang lazim dipakai dalam hukum perdata, namun demikian tidak jarang terjadi bahwa hukum pajak menggunakan istilah-istilah yang mempunyai arti berlainan dari hukum perdata. Umpamanya pengertian domisili yang dalam hukum pajak ditentukan menurut keadaan, sedangkan pengertian domisili dalam hukum perdata adalah dimana orang mempunyai pusat kediaman.
2.      Hukum pajak menjadikan peristiwa-peristiwa (kematian,kelahiran) keadaan ( kekayaan, bangsa asing), kejadian (jual beli, sewa menyewa) dalam hukum perdata sebagai sasaran pajak.

Hubungan hukum pajak dengan hukum perdana
Sebagaimana diketahui bahwa hukum pidana tidak hanya terdapat dalam KUHP, akan tetapi diluar itu masih juga terdapat ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang lainnya yang meliputi bermacam-macam bidang antara lain dalam hukum pajak. Ketentuan hukum pidana yang ada di dalam atau diluar KUHP merupakan satu kesatuan keseluruhan yang sistematis. Di dalam hukum pajak banyak dijumpai penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan umum yang biasanya berlaku dalam KUHP. Misalnya,
1.      Di dalam hukum pidana dianut prinsip, bahwa yang dapat dijatuhi pidana hanyalah orang perorangan yang melakukan tindak pidana, sehingga badan-badan tidak dapat dijatuhi hukuman.Di dalam hukum pajak badan hukum juga dijatuhi hukuman pidana yang berupa denda.
2.      Pasal 77 KUHP menyatakan bahwa hak menuntut hilang karena meninggalnya tersangka. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap hukum pidana yang diancamkan dalam undang-undang pajak. Hal ini ketentuannya disebutkan dalam pasal 367 dan 368 HIR.




D.   Jenis-jenis pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat dibagi menjadi:
1.      Pajak Penghasilan (PPH)
PPH adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia.
2.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3.      PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a.    Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b.    Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
c.    Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
d.    Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
e.    Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4.      Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006.
5.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
6.      Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain:
1.        Pajak Propinsi
a.    Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
b.    Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,
c.    Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d.    Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,

2.        Pajak Kabupaten Kota
a.         Pajak Hotel,
b.        Pajak Restoran,
c.         Pajak Hiburan,
d.        Pajak Reklame,
e.         Pajak Penerangan Jalan,
f.         Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,
g.         Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
Selain yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan atas ketentuan yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan pungutan yang legal.

     Dalam masyarakat menengah keatas, yang biasanya hidup di perkotaan, yang paling sering menjadi permasalahan adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang  dipungut pada seseorang atas pengahsilan dari semua orang yang berda di wilayah Indonesia. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut setiap akhir tahun atau setelah tahun pajak berakhir. Pajak penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya adalah
1.    Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentangperubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
2.    Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri
3.    UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang
4.    UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994
5.    UU No. 7 Tahun 1983 ttg PPh jo. UU No. 10/1994
6.    UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994
7.    UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994
8.    UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai
9.    UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007




















DAFTAR PUSTAKA


Sumyar SH.,M.Hum, ,2004,Dasar-dasar hukum pajak dan perpajakan,Universitas atma jaya, Yogyakarta.
Alrasid,Harun. Naskah UUD 1945, 2003. Universitas Indonesia, UII Press

Brotodiharjo Santoso R, 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung

Burton, Richard dan Ilyas Wirawan B. 2001. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta

Hostaritua, Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

Muqodim, 2000. Perpajakan Buku Satu, UII Press dan Ekonesia , Jogyakarta

Pandiangan, Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga,

Soemitro, Rochmat. 1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung

Soemitro, Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung




[1] Rochmat soemitro,Dasar-dasar hukum pajak,1977,hlm.23

Comments