Pengertian Dana Talangan Haji

Pengertian Dana Talangan Haji Dana Talangan Haji adalah pinjaman dari Lembaga Keuangan Syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana, guna memperoleh kursi  haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji). Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Kemudian Lembaga Keuangan Syariah ini menguruskan pembiayaan BPIH berikut berkas-berkasnya sampai nasabah tersebut mendapatkan kursi haji. Atas jasa pengurusan haji tersebut, Lembaga Keuangan Syariah memperoleh imbalan, yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Hukum Dana Talangan Haji Lembaga–lembaga Keuangan Syariah di dalam menerapkan Dana Talangan Haji merujuk kepada Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang biaya pengurusan haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syariah).  Jadi akad qardh wa ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akad qardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa), ...

TUJUAN HUKUM ISLAM DALAM APLIKASI ASURANSI



APLIKASI TUJUAN HUKUM ISLAM DALAM ASURANSI
  

A.    ABSTRAKSI
Asuransi Syariah adalah usaha saling melindung dan saling menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan Syariah. Asuransi Syariah merupakan salah satu sistem ekonomi berbasis Islam yang bersifat Universal dan berlaku untuk semua kenyakinan dan golongan masyarakat. Asuransi Syariah tidak mengandung hal-hal seperti ketidakpastian, perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram dan maksiat.
asuransi syariah,merupakan suatu prodak yang baru di kenal oleh masyarakat dan menimbulkan banyak problem terkait denga hukum baik secara positif maupun hukum islam.karna system asuransi syariah di Indonesia,tijak jauh beda dengan asuransi konfesional.
Bagaimana seharusnya jika konsep maqashid asy syariah (tujuan hukum islam)kita terapkan dalam asuransi, dan apa dampak positif yang akan kita dapatkan jika kita menggunakannya?



B.     Latar Belakang
Maqasid al-syariah adalah tujuan atau maksud dari pada syariah. Di kalangan para Ulama ada tiga pendapat yang berbeda. Yang pertama pendapat dari Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa tujuan dari pada turun nya wahyu Allah SWT mengenai sebuah sistem di dalam Hukum Islam atau Syariah adalah dalam rangka mencapai ke adilan (al-adl). Pendapat yang kedua  menyatakan bahwa  tujuan daripada syariah adalah untuk mencapai ke bahagian yang abadi  (Sa’adah haqiqiyah). Pendapat yang ketiga yaitu pendapat dari Imam al-Ghazali yang mengatakan bahwa tujuan dari pada syariah itu untuk mencapai dan merealisasikan manfaat  dan semua kepentingan (maslahah) yang begitu banyak untuk semua ummat manusia di dunia ini.
Hubungan antara Maqashid Syariah dengan mashlahah kaitannya sangat erat sekali, karena tujuan daripada maqashid syariah itu sendiri adalah untuk mencapai mashlahah. Para ahli fiqh Islam membagi cakupan lingkup wilayah pembahasan fiqh (kaitannya dengan ijtihad) menjadi dua, yaitu muamalah dan ibadah. Ruang ijtihad di bidang muamalah lebih luas daripada bidang ibadah yang sifatnya ta’abbudi. Ekonomi islam/ekonomi syari’ah adalah salah satu bagian dari muamalah.
Ekonomi islam cukup terbuka dalam memunculkan inovasi baru dalam membangun dan mengembangkan ekonomi Islam. Oleh karena itu prinsip maslahah dalam bidang muamalah menjadi acuan dan patokan yang sangat penting. Maslahah merupakan konsep terpenting dalam pengembangan ekonomi Islam. Berbicara masalah ekonomi, tidak telepas pula dengan lembaga keuangan, seperti yang kita ketahui lembaga keuangan terbagi menjadi 2 yaitu lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB).
LKBB adalah semua lembaga yang melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan cara mengeluarkan surat-surat berharga, kemudian menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi perusahaan. Salah satu lembaga keuangan bukan bank adalah asuransi. Asuransi merupakan perjanjian antara seorang penanggung yang mengikat diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi dan memberi penggantian senilai yang diasuransikan kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan akibat peristiwa yang tak tertentu. 
Dalam hai ini,saya akan mencoba membahas tentang pengaplikasian maqashid asy syariah dalam asuransi. Bagaimana seharusnya jika konsep maqashid asy syariah kita terapkan dalam asuransi, dan apa dampak positif yang akan kita dapatkan jika kita menggunakannya.




C.    PEMBAHASAN
Pengertian Asuransi syari’ah
Definisi asuransi syari’ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
 Asuransi Syariah adalah usaha saling melindung dan saling menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan Syariah. Asuransi Syariah merupakan salah satu sistem ekonomi berbasis Islam yang bersifat Universal dan berlaku untuk semua kenyakinan dan golongan masyarakat. Asuransi Syariah tidak mengandung hal-hal seperti ketidakpastian, perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram dan maksiat.
Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : “Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”
Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang membahas hukumnya.



Tujuan Asuransi Syari’ah
Prinsip dari asuransi syariah meliputi beberapa hal yaitu asuransi syariah dibangun atas dasar kerjasama (taawun). Asuransi syariah tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah. Sumbangan (tabarru’) samadengan hibah (pemberian) maka haram hukumnya ditarik kembali.Jika terjadi beberapa masalah dalam asuransi, maka diselesaikan menurut syariah.Selain itu,Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah.Sehingga, tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah.Akan tetapi, ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah. Selanjutnya, apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.
Adapun yang menjadi tujuan dari pendirian asuransi syari’ah adalah:
a.       Menjaga konsistensi pelaksanaan syariah di bidang keuangan,
b.      Antisipasi terhadap makin meningkatnya kemakmuran bangsa,
c.       Turut meningkatkan  kesadaran berasuransi masyarakat,
d.      Menumbuhkan kemampuan umat Islam di bidang pengelolaan industri asuransi.
Selain itu, tujuan berdirinya asuransi syariah adalah, tolong-menolong dan bekerja sama, kekayaan yang dimiliki sebagai karunia Allah Swt hendaknya berfungsi sosial, terutama membebaskan orang dari penderitaan dan ketergantungan. Saling tolong dan bekerja sama merupakan salah satu sifat terpuji dan sangat dianjurkan oleh Swt.Kedua, Saling menjaga keselamatan dan keamanan, kehendak untuk selamat dan aman dalam hidup merupakan naluri kemanusiaan.
Ajaran islam menganjurkan agar manusia berupaya menjadikan dunia bebas dari bahaya ketakutan. Niat ikhlas karena Allah untuk membantu  sesama yang mengalami penderitaan merupakan landasan awal asuransi islam. Premi yang dibayarkan kepada asuransi syariah harus didasarkan pada kerjasama dan tolong-menolong sesuai dengan perintah Allah untuk memperoleh ridha-Nya.
Ketiga, Saling bertanggung jawab, islam mengajarkan manusia agar menghilangkan sikap mementingkan diri sendiri. Rasa tannggung jawab merupakan faktor yang mempererat ras persatuan dan persaudaraan sesame manusia.
Pandangan Ulama tentang Asuransi
Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong dalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para Ulama adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana, bentuk manajemen dan lain sebagainya.
Ibnu Abidin, Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa (guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman Isa (guru besar Universitas al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad al-Bahi, Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai islam.
Argumentasi yang mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut Faturrahman Djamil adalah sebagai berikut[1].
1.   Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.
2.   Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
3.   Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
4.   Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.
5.   Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.
6.   Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip tolong-menolong.
Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Pengaplikasian maqashid syariah dalam Asuransi
Dalam maqashid syari’ah kita mengenal adanya maqhasid al-khomsah, yaitu ;
a.       Khifdu din
b.      Khifdzu nafs
c.       Khifdzu ‘Aql
d.      Khifdzu nasl
e.       Khifdzu al-maal
Berdasarkan konteks maqashid al-khomsah, posisi asuransi disini bisa kita kaitkan dengan poin maqhashid alkhomsah yaitu khifdzu nafs dan khifdzul maal, karena fungsi asuransi (terutama asuransi jiwa) adalah untuk kemaslahatan diri kita sendiri. Dalam hal ini kita bisa menerapkan poin maqashid al khomsah yang ke 2 yaitu khifdzu nafs, sedangkan asuransi-asuransi selain asuransi jiwa (asuransi kendaraan, rumah, dll) temasuk sebuah upaya / ikhtiar kita untuk menjaga harta.
            Sebagian kalangan Islam beranggapan bahwa asuransi sama dengan menentang qodlo dan qadar atau bertentangan dengan takdir. pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr: 18
“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan”.
Jelas sekali dalam ayat ini kita dipertintahkan untuk merencanakan apa yang akan kita perbuat untuk masa depan.
Dalam Al Qur’an, surat Yusuf :43-49,
43. Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi."
44. Mereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menta'birkan mimpi itu."
45. Dan berkatalah orang yang selamat diantara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: "Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)."
46. (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya."
47. Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.
48. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.
49. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur."
Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapai kemungkinan yang buruk dimasa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja mesir tetang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Dimana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah.
Nabi Yusuf dalam hal ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapapi masa sulit tesebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan. Sangat jelas dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan meproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat diatas menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sisitem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi.



D.    PENUTUP
Kesimpulan
Asuransi syariah merupakan salah satu produk yang baru di Indonesia,dan penerapan maupun akad nya berbeda berbeda dengan asuransi konvesional. Dimana asuransi konvensional menerapkan sistem jual beli, sedangkan asuransi syari’ah berdasarkan prinsip tolong menolong (tabarru’). Selama asuransi syari’ah masih menggunakan prinsip-prinsip syari’ah maka asuransi syari’ah diperbolehkan dengan dasar hukum Qs.Al-Hasyr ayat 18 dan Qs. Yusuf ayat  43-49 yang mana keduanya menerangkan bahwa kita sebagai orang muslim perlu mempersiapkan untuk masa depan baik masa depan di dunia ataupun di akhirat.
Oleh karena itu asuransi yang berdasarkan maqashid asy syariah di perbolehkan dalam islam sebagai wujud persiapan kita untuk masa mendatang. Karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi kepada kita dimasa depan. Dan demi kemasalahatan diri kita sendiri sebagaiwujud proteksi yang di gunakan kita dapat menggunakan mekanisme asuransi yang berbasis syari’ah.

Daftar Pustaka

            - Al-Qur’an surat Al-Maidah, Al-Hasyr, dan Yusuf.
- Syakir sula Muhammad, 2004, Asuransi Syari’ah (live and general),Jakarta,gema insani
            - Syahatah Husain,2006,Asuransi dalam perspektif syari’ah,Jakarta,Amzah
            - http// www.fatwa.dsn.mui.co.id


[1]   Ibid hal

Comments