APLIKASI
TUJUAN HUKUM ISLAM DALAM ASURANSI
A.
ABSTRAKSI
Asuransi Syariah adalah usaha saling
melindung dan saling menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
Syariah. Asuransi Syariah merupakan salah satu sistem ekonomi berbasis Islam
yang bersifat Universal dan berlaku untuk semua kenyakinan dan golongan
masyarakat. Asuransi Syariah tidak mengandung hal-hal seperti ketidakpastian,
perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram dan maksiat.
asuransi syariah,merupakan suatu prodak yang baru di kenal oleh masyarakat
dan menimbulkan banyak problem terkait denga hukum baik secara positif maupun
hukum islam.karna system asuransi syariah di Indonesia,tijak jauh beda dengan
asuransi konfesional.
Bagaimana seharusnya jika konsep
maqashid asy syariah (tujuan hukum islam)kita terapkan dalam asuransi, dan apa dampak positif yang
akan kita dapatkan jika kita menggunakannya?
B.
Latar Belakang
Maqasid
al-syariah adalah tujuan atau maksud dari pada syariah. Di kalangan para Ulama
ada tiga pendapat yang berbeda. Yang pertama pendapat dari Ibnu Taimiyah yang
menyatakan bahwa tujuan dari pada turun nya wahyu Allah SWT mengenai sebuah
sistem di dalam Hukum Islam atau Syariah adalah dalam rangka mencapai ke adilan
(al-adl). Pendapat yang kedua menyatakan bahwa tujuan daripada syariah
adalah untuk mencapai ke bahagian yang abadi (Sa’adah haqiqiyah).
Pendapat yang ketiga yaitu pendapat dari Imam al-Ghazali yang mengatakan bahwa
tujuan dari pada syariah itu untuk mencapai dan merealisasikan manfaat
dan semua kepentingan (maslahah) yang begitu banyak untuk semua ummat manusia
di dunia ini.
Hubungan
antara Maqashid Syariah dengan mashlahah kaitannya sangat erat sekali, karena
tujuan daripada maqashid syariah itu sendiri adalah untuk mencapai mashlahah.
Para ahli fiqh Islam membagi cakupan lingkup wilayah pembahasan fiqh (kaitannya
dengan ijtihad) menjadi dua, yaitu muamalah dan ibadah. Ruang ijtihad di bidang
muamalah lebih luas daripada bidang ibadah yang sifatnya ta’abbudi. Ekonomi
islam/ekonomi syari’ah adalah salah satu bagian dari muamalah.
Ekonomi
islam cukup terbuka dalam memunculkan inovasi baru dalam membangun dan
mengembangkan ekonomi Islam. Oleh karena itu prinsip maslahah dalam bidang
muamalah menjadi acuan dan patokan yang sangat penting. Maslahah merupakan
konsep terpenting dalam pengembangan ekonomi Islam. Berbicara masalah ekonomi,
tidak telepas pula dengan lembaga keuangan, seperti yang kita ketahui lembaga
keuangan terbagi menjadi 2 yaitu lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan
bukan bank (LKBB).
LKBB
adalah semua lembaga yang melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara
langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan cara mengeluarkan
surat-surat berharga, kemudian menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk
membiayai investasi perusahaan. Salah satu lembaga keuangan bukan bank adalah
asuransi. Asuransi merupakan perjanjian antara seorang penanggung yang mengikat
diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi dan memberi
penggantian senilai yang diasuransikan kepada tertanggung karena suatu kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan akibat peristiwa yang tak tertentu.
Dalam
hai ini,saya akan mencoba membahas tentang pengaplikasian maqashid asy syariah
dalam asuransi. Bagaimana seharusnya jika konsep maqashid asy syariah kita
terapkan dalam asuransi, dan apa dampak positif yang akan kita dapatkan jika
kita menggunakannya.
C.
PEMBAHASAN
Pengertian
Asuransi syari’ah
Definisi asuransi syari’ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah
usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang
melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko/bahaya tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah usaha saling
melindung dan saling menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
Syariah. Asuransi Syariah merupakan salah satu sistem ekonomi berbasis Islam
yang bersifat Universal dan berlaku untuk semua kenyakinan dan golongan
masyarakat. Asuransi Syariah tidak mengandung hal-hal seperti ketidakpastian,
perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram dan maksiat.
Asuransi syari’ah
disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling
membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
“Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling
tolong menolong dalam dosa dan permusuhan”
Asuransi yang selama ini
digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang
dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk
transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para
sahabat yang membahas hukumnya.
Tujuan Asuransi Syari’ah
Prinsip
dari asuransi syariah meliputi beberapa hal yaitu asuransi syariah dibangun atas dasar kerjasama (taawun). Asuransi syariah tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
Sumbangan (tabarru’) samadengan hibah (pemberian) maka haram hukumnya ditarik
kembali.Jika terjadi beberapa
masalah dalam asuransi, maka diselesaikan menurut syariah.Selain itu,Setiap
anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan
prinsip ukhuwah.Sehingga, tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil
uangnya dengan
tujuan supaya mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah.Akan tetapi, ia diberi uang jamaah sebagai
ganti atas kerugian itu menurut
ijin yang diberikan oleh jamaah. Selanjutnya, apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan
syar’i.
Adapun
yang menjadi tujuan dari pendirian asuransi syari’ah adalah:
a.
Menjaga
konsistensi pelaksanaan syariah di bidang keuangan,
b.
Antisipasi
terhadap makin meningkatnya kemakmuran bangsa,
c.
Turut
meningkatkan kesadaran berasuransi
masyarakat,
d.
Menumbuhkan
kemampuan umat Islam di bidang pengelolaan industri asuransi.
Selain itu, tujuan berdirinya asuransi syariah
adalah, tolong-menolong dan bekerja sama, kekayaan yang dimiliki sebagai
karunia Allah Swt hendaknya berfungsi sosial, terutama membebaskan orang dari
penderitaan dan ketergantungan. Saling tolong dan bekerja sama merupakan salah
satu sifat terpuji dan sangat dianjurkan oleh Swt.Kedua, Saling menjaga
keselamatan dan keamanan, kehendak untuk selamat dan aman dalam hidup merupakan
naluri kemanusiaan.
Ajaran islam menganjurkan agar manusia berupaya
menjadikan dunia bebas dari bahaya ketakutan. Niat ikhlas karena Allah untuk
membantu sesama yang mengalami
penderitaan merupakan landasan awal asuransi islam. Premi yang dibayarkan
kepada asuransi syariah harus didasarkan pada kerjasama dan tolong-menolong
sesuai dengan perintah Allah untuk memperoleh ridha-Nya.
Ketiga, Saling bertanggung jawab, islam mengajarkan manusia agar
menghilangkan sikap mementingkan diri sendiri. Rasa tannggung jawab merupakan
faktor yang mempererat ras persatuan dan persaudaraan sesame manusia.
Pandangan Ulama tentang Asuransi
Tujuan asuransi
sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong dalam kebaikan. Namun
persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para Ulama adalah bagaimana
instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem
pengelolaan dana, bentuk manajemen dan lain sebagainya.
Ibnu Abidin, Wahab
Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa (guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman
Isa (guru besar Universitas al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa
(guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad
al-Bahi, Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk
muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi
ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai
islam.
Argumentasi yang
mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut Faturrahman Djamil adalah sebagai berikut.
1. Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.
2. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah
pihak.
3. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
4. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan
perusahaan asuransi.
6. Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip
tolong-menolong.
Dalam Islam,asuransi
haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Pengaplikasian maqashid syariah dalam Asuransi
Dalam maqashid syari’ah kita mengenal adanya
maqhasid al-khomsah, yaitu ;
a. Khifdu din
b. Khifdzu nafs
c. Khifdzu ‘Aql
d. Khifdzu nasl
e. Khifdzu al-maal
Berdasarkan konteks maqashid al-khomsah, posisi asuransi disini bisa kita
kaitkan dengan poin maqhashid alkhomsah yaitu khifdzu nafs dan khifdzul maal,
karena fungsi asuransi (terutama asuransi jiwa) adalah untuk kemaslahatan diri
kita sendiri. Dalam hal ini kita bisa menerapkan poin maqashid al khomsah yang
ke 2 yaitu khifdzu nafs, sedangkan asuransi-asuransi selain asuransi jiwa
(asuransi kendaraan, rumah, dll) temasuk sebuah upaya / ikhtiar kita untuk
menjaga harta.
Sebagian
kalangan Islam beranggapan bahwa asuransi sama dengan menentang qodlo dan qadar
atau bertentangan dengan takdir. pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan,
kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak.
Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan
untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr: 18
“Hai
orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu
kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan”.
Jelas sekali dalam ayat ini kita dipertintahkan untuk
merencanakan apa yang akan kita perbuat untuk masa depan.
Dalam Al Qur’an, surat Yusuf :43-49,
43. Raja berkata (kepada orang-orang
terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor
sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang
kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang
kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku
tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi."
44. Mereka menjawab: "(Itu)
adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menta'birkan
mimpi itu."
45. Dan berkatalah orang yang selamat diantara mereka berdua dan teringat
(kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya: "Aku akan memberitakan
kepadamu tentang (orang yang pandai) mena'birkan mimpi itu, maka utuslah aku
(kepadanya)."
46. (Setelah pelayan itu berjumpa
dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya,
terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang
dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum)
yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang
itu, agar mereka mengetahuinya."
47. Yusuf berkata: "Supaya kamu
bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah
kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.
48. Kemudian sesudah itu akan datang
tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk
menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.
49. Kemudian setelah itu akan datang
tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka
memeras anggur."
Allah menggambarkan
contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapai kemungkinan yang
buruk dimasa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja
mesir tetang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Dimana raja Mesir bermimpi melihat
tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus dan
dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai
yang merah mengering tidak berbuah.
Nabi Yusuf dalam hal ini
menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan
sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapapi masa sulit tesebut,
kecuali sedikit dari apa yang disimpan. Sangat jelas dalam ayat ini kita
dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan meproteksi
kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat diatas
menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah
menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan
sisitem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi.
D.
PENUTUP
Kesimpulan
Asuransi syariah merupakan salah satu produk
yang baru di Indonesia,dan penerapan maupun akad nya berbeda berbeda dengan
asuransi konvesional. Dimana asuransi konvensional menerapkan sistem jual beli,
sedangkan asuransi syari’ah berdasarkan prinsip tolong menolong (tabarru’).
Selama asuransi syari’ah masih menggunakan prinsip-prinsip syari’ah maka
asuransi syari’ah diperbolehkan dengan dasar hukum Qs.Al-Hasyr ayat 18 dan Qs.
Yusuf ayat 43-49 yang mana keduanya
menerangkan bahwa kita sebagai orang muslim perlu mempersiapkan untuk masa
depan baik masa depan di dunia ataupun di akhirat.
Oleh karena itu asuransi yang berdasarkan
maqashid asy syariah di perbolehkan dalam islam sebagai wujud persiapan kita
untuk masa mendatang. Karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi kepada
kita dimasa depan. Dan demi kemasalahatan diri kita sendiri sebagaiwujud
proteksi yang di gunakan kita dapat menggunakan mekanisme asuransi yang
berbasis syari’ah.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an surat Al-Maidah,
Al-Hasyr, dan Yusuf.
- Syakir sula Muhammad, 2004, Asuransi Syari’ah (live and
general),Jakarta,gema insani
- Syahatah Husain,2006,Asuransi
dalam perspektif syari’ah,Jakarta,Amzah
- http// www.fatwa.dsn.mui.co.id
Comments
Post a Comment